I'm Friendzoned and I know it - chapter 3
Oh, ini SMS dari Sani.
Kurang lebih seperti ini isinya..
“Bagaimana perkembangan kau? Kulihat
kau sering jogging satu bulan ini.
Kau harus mencoba fitness.”
Belum ada tiga menit SMS itu berada
di inbox-ku, aku lekas membalasnya.
“Baiklah. Di mana?”
Bak percakapan SMS antar sepasang
kekasih yang saling lekas membalas, Sani sekejap membalasku lagi.
“Sore ini, datanglah ke kosku. Tempat
yang dulu sering kau jadikan pelarian dari kejaran pemilik kosmu di
akhir
bulan.”
Oke, SMS barusan darinya
memang mencarut-marutkan perasaan. Sambil menatap langit-langit, seketika aku flashback kenangan-kenangan bersamanya
di dahulu kala. Ah, lucu sekali memang. Dalam hati aku mengumpat sial padanya.
Singkat cerita, sekarang
adalah sore hari, jam setengah empat, aku sudah di depan kos Sani. Kosnya masih
seperti yang dulu, hanya ada tambahan poster Michael Carrick di depan pintu
kamarnya. Dia memang penggemar Manchester United. Dulu, kami sering bertaruh
bola. Dia memegang Manchester United, aku memegang tangan kekasihku. Entah
siapa yang menang.
Dengan menggunakan atribut
futsal, aku ketuk pintu kamarnya dan kubuka, kulihat ada Captain America yang
baru saja selesai mengenakan kostumnya, dan sekarang ia siap bertempur
menggunakan prisai bulatnya -- yang sering aku salah terka sebagai wajan untuk menggoreng nasi.
Ah, itu Sani.
Setelah Sani mengambil ranselnya,
kami pun berangkat.
Aku belum pernah fitness sampai
di usiaku yang sekarang. Tempat ini cukup bagus, seperti tempat fitness yang
ada di hotel-hotel. Aku belum pernah melihat tempat fitness yang ada di
hotel-hotel. Segera setelah melunasi biaya pendaftaran, aku beranjak ke dalam
menyusul Sani.
Astaga, tempat ini penuh
dan riuh diisi lelaki-lekaki berotot mengkhawatirkan. Mungkin cuma aku yang berlemak jahat dan berwujud buntalan
lemak di sini. Kulihat Sani melakukan peregangan otot-ototnya, aku pun
melakukan hal yang sama. Kulihat Sani mengangkat dumble seberat lima kilogram, dan aku pun melakukan hal yang sama.
Oke, kali ini aku tak mampu mengikuti apa yang dilakukan Sani.
“Benda macam apa ini, tak mampu
kuangkat hanya dengan sebelah lengan!” dumble
tak berdosa itu malah kumarahi.
Berada di tengah
orang-orang yang badannya ditumbuhi otot
yang membengkak, entah, aku merasa memiliki keterbelakangan fisik. Otot biceps Sani terlihat keras dan berisi
sekali. Lantas kulirik biceps-ku,
kulihat tak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Kulihat otot betis Sani,
terlihat padat dan sehat. Sekali lagi, kubandingkan dengan otot betisku. Ini
empuk sekali seperti pipi perempuan yang menggemaskan.
“Sani, apa untuk bertubuh altletis
harus mengangkat beban?” Tanyaku pada Sani.
“Su-sudah jelas. Itulah mengapa aku
mengajak kau ke sini.” Sani menjawab sambil meringis karena mengangkat dumble sepuluh kilogram.
Tunggu, tunggu sebentar. Katanya mengangkat
beban adalah rahasia tubuh atletisnya?
Jika begitu, bila hatiku adalah
sebuah tubuh, sudah tentu ia sangat atletis. Hatiku selalu membawa beban berat.
Karena besarnya cintamu tak sanggup dipanggul hatiku.
Mengapa aku jatuh hati padamu? Karena
hatiku terlalu berat memanggul rindu.
Tak banyak yang bisa aku
lakukan hari ini. Otot-ototku seperti asing dengan beban-beban yang ditawarkan
di tempat fitness ini. Tapi aku berjanji, esok hari aku akan menjajal
beban-beban ini lagi.
---
Entah mengapa, aku suka
sekali dengan senja. Hampir di setiap ceritaku, selalu kuselipkan kata senja.
Di bawah senja berbincang tentang kesepian, tanpa sengaja kita berancang-ancang
untuk mengulang kehilangan.
Senja ini juga yang menyudahi
pertemuanku dengan beban-beban berat hari ini.
----
Esoknya, benar kata Sani,
otot-ototku terasa sakit semua, sekujur memilu sampai ke tulang. Katanya,
ketika mengangkat beban di luar kemampuan otot, otot akan rusak. Karena tahu
otot-ototnya rusak, tubuh akan menambal otot-otot yang rusak itu dengan
serat-serat dan serabut otot yang baru. Dan terus begitu hingga otot-otot itu
terlihat bertambah besar karena penambahan serat-serat dan serabut otot di
atasnya.
Lalu apa bedanya dengan
patah hati? Ketika hati menanggung luka dan kecewa di luar batas perasaan, maka
hati akan patah. Karena tahu hatinya – yang cuma satu-satunya itu patah, nurani
akan menambal keretakan di hati yang patah itu dengan harapan-harapan baru. Dan
terus begitu hingga hati menjadi lapang dan berjiwa besar untuk bisa dikecewakan
atau dilukai lagi suatu hari nanti.
Sebenarnya,
rasa sakit tak pernah hilang. Hanya aku yang bertambah kuat karenanya.
Di hari setelah kemarin,
sekarang, karena tahu otot-otot badanku banyak yang tak berfungsi maksimal, aku
cuma berencana lari-lari kecil di atas tridmil siang ini. Namun siang hari itu
rasa-rasanya sedikit berbeda. Ketika aku sampai di depan pintu masuk tempat
fitness yang seperti tempat fitness hotel-hotel itu, mataku disambar kegetiran.
Aku melihat sesuatu yang
benar-benar aku rindukan. Seperti kerinduan tanah-tanah gersang yang retak dan
menanti untuk dibasuh hujan. Bak sungai kering di musim kemarau yang merindukan
air mengaliri tubuhnya. Aku layaknya seseorang yang berumur panjang, dapat
melihat banyak hal indah di dunia ini, seperti keindahan yang aku lihat
sekarang.
Aku melihatnya lagi..
To be
continue
From
Don Juan
Tags:
The Playboy Stories
0 Komentar