A True Gamer and Love
Subuh
tadi, gue iseng main ke Youtube. Padahal udah subuh, tapi Youtube masih buka.
Ya, gue masuk aja. Di sana banyak video diputar, sampai akhirnya mata gue
menemukan sebuah video tentang masa lalu.
Bukan.
Bukan video nikahan mantan. Bukan.
Ini
video yang menggambarkan masa lalu, di mana saat itu gue sering menginap di
suatu tempat yang memiliki komputer sangat banyak, dan nggak pernah tutup.
Kalau tempat itu tutup, kemungkinannya cuma ada dua: 1) Yang punya tempat itu
bangkrut. 2) PLN udah nggak menyuplai listrik ke tempat itu.
Ya,
tempat yang nggak pernah tutup itu, sekarang akrab kita disebut dengan warnet
atau game center.
Subuh
tadi, gue menonton video trailer dan gampelay
Ragnarok II – The Legend of Second. Ya, setelah satu dekade, Lyto game yang sukses
bersama Ragnarok I – yang bergambar kartun itu, kini memperkenalkan Ragnarok II
yang graphic-nya udah joss asu tenan.
Sebenarnya, di Korea, game ini udah launch
kalau nggak salah sejak 2012, tapi di Indonesia baru akan launch Juli 2013.
Video
ini jelas mengantarkan gue ke masa SMP dan masa SMA. Di mana gue sering cabut
sekolah buat main Ragnarok. Begitu SMA kelas 12, gue cabut sekolah buat main Rising Force di game center. Melihat gampelay Ragnarok II di video tersebut,
jiwa gamer gue menggelinjang, keringet dingin, dan hati pun merasa kalut.
Bagaimana tidak, Juli adalah bulan di mana gue harus fokus menggarap skripsi.
Apa jadinya kalau gue beranikan diri untuk nyemplung sekali lagi ke game
center?
Bagi
seseorang yang pernah terjatuh dan tak bisa bangkit lagi, lalu tenggelam dalam
lautan luka dalam, dan tersesat di dalam warnet dan tak tahu arah jalan pulang,
warnet adalah tempat terkutuk. Ya, buat gue, warnet adalah sebuah lubang hitam.
Sekali masuk ke sana, keluar-keluar, adik angkatan gue di kampus udah pada
diwisuda.
Walaupun
gue udah nggak berniat menceburkan diri ke sana dan main game online, gue
selalu mengingat masa-masa itu, masa di mana para gamer dilihat sebagai
pengangguran dan bakal mati membusuk di warnet, dan masa di mana seorang gamer
dilihat seperti nggak punya kehidupan di dunia nyata. Tapi apapun kata
orang-orang, gue tetep mendapatkan hikmah dari seseorang yang pernah menjadi
gamer. Ya, diri sendiri.
Dan
seperti biasa, selalu ada aja kaitannya dengan cinta. Hehe.
Yea, this is the relation between a
true gamer and love!
True Gamer Nggak Bosenan ~
Buat
yang senang sama game MMORPG, game yang disajikan secara third person dan disuguhkan dengan karakter-karakter memukau,
membuat para gamer begitu getol nongkrong di depan komputer. Selain graphic ambient-nya yang juga keren,
game petualangan ini juga memiliki gameplay berbasis levelling. Ya, kekuatan dan kemampuan karakter ditentukan dari
level karakter tersebut. Selain itu, game-game levelling ini selalu menawarkan job/profesi character yang beragam. Ini juga
menjadi daya tarik yang membuat para pemain betah sampai bikin tenda di warnet. Dengan gameplay
semacam ini, setiap pemain akan berloma-lomba menjadikan karakternya di level
tertinggi dan menjadi yang terkuat.
Ya,
dan naikin level karakternya juga nggak gampang.
Semakin
tinggi level karakter, semakin berat naikinnya. Sama kayak pacaran, semakin
lama pacaran, kalau putus, move on-nya semakin lama. Halah.
Ya,
ini terjadi pada game yang gue mainin. Ya, Ragnarok dan Rising Force.
Dari
SMP gue udah main Ragnarok, dan selama gue main game itu, gue cuma punya 1
karakter. Ya, High Priest. Kalau orang
yang main Ragnarok, pasti kenal yang namanya jasa bot – jasa levelling otomatis menggunakan sistem komputer. Dengan begitu,
karakter dapat bermain dan hunting sendiri
sesuai settingan. Tapi nggak begitu buat gue, karakter yang gue mainin bertipe support. Gue cuma bisa levelling jika
hunting bersama-sama karakter orang lain, atau dengan kata lain nge-grup. Dan itu
konsisten setiap hari, tanpa rasa jenuh.
Ragnarok, game ini legend banget. And this is me, High Priest! |
Begitu
juga ketika gue main Rising Force (RF), gue main tanpa jasa bot, dan gue selalu bermain dengan
karakter orang lain. Pernah waktu itu, gue bermain dengan job character sebagai
Striker. Di level 47 menuju 48, itu rasanya kayak malam minggu tanpa kekasih,
waktu terasa panjanggg sekali. Lama banget. Dari level 47 ke 48, gue butuh
waktu sebulan. Itu pun setiap hari main minimal 7 jam. Dan itu konsisten setiap
hari, tanpa rasa bosan.
Striker Accretia sedang berpose dengan Siege-kit. |
Gue
gelandangan warnet..
Walau
seperti nggak punya kehidupan di luar karena hidupnya habis di warnet, gue
masih tetep dapat ngambil hikmah dari semua ini. Ya, gamer sejati nggak
bosenan. Kalau gamer bosenan, dia nggak akan pernah sampai di level tertinggi
game tersebut.
Pesan moral: True gamer handal
dalam mengatasi rasa jenuh dan bosan. Dalam dunia percintaan, kesetiaan hanya
singgah pada pasangan yang mampu bertahan dari rasa bosan. Jadi true gamer di
dunia nyata adalah seseorang yang setia.
True Gamer Berdedikasi Tinggi ~
Ada
yang bekas pemain Ragnarok Pro di sini? Kalau ada, apa tugas dasar dari job character Priest?
Hmm,
iya, menyuport dan menjadi baris pertahanan terakhir pada sebuah grup dalam
peperangan. Priest menjaga keselamatan karakter lain.
Ya,
gue yang sedari awal bermain sebagai palang pintu terakhir itu, bertugas
menjaga keselamatan karakter lain agar tetap hidup selama peperangan.
Pernah
waktu itu, guild gue lagi hunting monster boss Baphomet. Sekumpulan Lord
Knight berada di baris depan sebagai umpan dan tahan badan. Para Sniper dan High Wizard sibuk menyerang dengan
berbagai skill dari di belakang para Lord Knight yang lagi sibuk ngegebukin
Baphomet. Sampai pada akhirnya Baphomet ngeluarin jurus dan mengenai para
Sniper dan High Wizard, mereka pada kocar-kacir. Para High Priest, termasuk gue
pun sibuk memberi heal dan buff kepada mereka. Sampai akhirnya
kejadian yang sering menimpa gamer warnet pun terjadi.
Notifikasi
paket billing, muncul dan nge-close tampilan layar. Billing gue abis. Karena panik,
gue langsung lari ke kasir dan nambah billing 2 jam. Gue pun masuk lagi ke
dalam game, dan..
Baphometnya
masih idup. Temen-temen gue di guild udah pada mati, terkapar di lantai.
Saat
itu, gue belajar arti penting dalam sebuah kerja sama. Momentum sangat penting
dalam membangun kerja sama. Lewat game online ini, gue juga jadi ngerti bahwa
kita harus hebat ketika sendiri maupun berkelompok.
Pesan moral: True gamer rela
ngelakuin banyak hal tanpa rasa berkorban. Kalau ngelakuin sesuatu tanpa rasa
berkorban, apakah itu disebut cinta? Hmm, true gamer sering melakukannya. Jatuh
cintalah pada gamer-gamer ini..
True Gamer adalah orang yang Peka ~
Waktu
main Ragnarok atau Rising Force, gue ini paling ngerti kondisi harga barang di
pasar. Gue juga belajar cara yang benar dalam menyuport rekan dalam satu grup
ketika peperangan. Begitu juga saat main Dota, gue belajar sebuah timing dalam menyerang dan bertahan. Kapan
harus nge-ulti dan kapan waktu yang tepat untuk kabur. Ya, karena inti dari
game-game ini kan perihal menyerang dan bertahan.
Kalau
dikaitkan dengan cinta?
Ya,
ngerti kondisi dan suasana hati pacar. Sebagai cowok, gue harus ngerti kondisi
dia dan suasana hatinya tanpa harus diberitahu terlebih dahulu. Waktu pedekate,
gue juga belajar timing yang tepat
untuk mengungkapkan perasaan. Ya, waktu lagi manis-manisnya. Waktu lagi dapet
momentumnya, gue harus cepet ngeluarin ulti
buat dapetin hatinya.
Dan
ketika udah pacaran, itu sama aja kayak bertahan
dan menyerang.
Bertahan,
ketika dia marah-marah dan ngambek, gue menahan diri untuk nggak kepancing
emosinya sehingga nggak ngeluarin kata-kata kasar. Dear cowok, marah sama cewek
itu boleh. Tapi kasar yang jangan.
Menyerang,
ini ketika suasana hubungan lagi hambar-hambarnya, mungkin karena dipisah jarak
atau udah pacaran bertahun-tahun, saking lamanya itu pacaran, malam minggu
dihabiskan dengan mencabuti uban pasangan. Ya, menyerang dengan gombal-gombalan
baru, atau ngasi surprise-surprise lagi
ke pacar, ngajak ke tempat-tempat yang belum pernah dikunjungi.
Dan
ini yang paling gue suka, gue nyerang dia dengan permintaan maaf duluan. Salah nggak
salah, gue tetep minta maaf. Gue belajar bahwa ketika gue melakukan salah, dan
sebelum orang lain menyadari kesalahan gue, gue udah minta maaf duluan ke dia. Alhasil,
dia nggak sempet marah. Yang ada dia malah bilang kayak gini,
“Iya,
aku maafin kok. Sini-sini tiyom dulu.”
Pesan moral: Ya kalau nggak
ganteng, minimal peka dulu deh. Bagaimana caranya peka? Main game online dulu
deh.
True Gamer Never Cheating
Contoh kekerasan dalam rumah tangga. |
Gamer
itu ada banyak. Tapi yang true gamer cuma beberapa. Ya, yang mainnya murni
skill dan kerja keras, atau konsisten, bersih dari cheat. Alasan gue pensiun
dari dunia First person shooter Point
Blank saat sedang berada di puncak kejayaan adalah.. banyak cheater di sana. Buat
gue, skill is temporary, but class is
permanent. Orang-orang yang main game kerjaannya pakai cheat, bener-bener
nggak nunjukin kelas. They are not pro.
They are ucup. Mereka main cuma buat iseng, mereka nggak menikmati
permainan.
Dan
itu juga yang melandasi cara berpikir gue di bidang percintaan.
Muka is temporary, but class is
permanent.
Skill is temporarry, but jelek is permanent. |
Muka
standar atau ganteng itu cuma temporer. Muka standar itu bisa jadi cakep di
mata pasangan kalau menunjukkan kelas. Seperti peka, menyenangkan, menghibur,
dan tentu aja nggak selingkuh.
Orang-orang
yang kerjaannya selingkuh sana selingkuh sini, mereka cuma pengin iseng. Mereka
nggak berniat menikmati proses menempa diri dari membangun hubungan dengan
pasangan.
Pesan moral: Kalau mau keren jangan
main pakai cheat. Kalau mau disebut lelaki, jangan berniat selingkuh. Jangan bikin
pasangan jealous ke orang lain, tapi bikin orang lain jealous ke pasangan
sendiri.
Ya,
klise sih, tapi inget ini.. True Gamer never cheating!
From Don Juan
0 Komentar