Kenapa bisa Jomblo sih?



“Sebenernya jadi jomblo asik juga sih, gue jadi punya waktu untuk diri  sendiri.” Tukas Rani di sela-sela bunyi ketukan hujan di genting kosannya. Rani yang menjadi lawan bicara gue di telfon sore itu memang baru putus dengan cowoknya. Usia pacaran yang tergolong cukup lama, membuat Rani sedikit enggan untuk pacaran lagi dalam waktu dekat.

“Emang kamu nggak mau punya pacar lagi, Ran?” Tanya gue.

“Ya pengin sih, tapi untuk sekarang gue mau istirahatin hati gue dulu.”

Kalimat yang keluar dari mulut Rani di atas, di telinga gue malah terdengar menjadi: “Udah ye, gue nggak mau malem mingguan sama lo. Udah ye, gue mau ngerjain skripsi dulu.”


Dia nggak mau diajak nonton, duh gusti salah apa hambamu ini..


Upaya gue untuk ngajak dia nonton Iron Man 3  awal Mei lalu pun sirna.

Akhirnya gue nonton Iron Man 3 dengan sekumpulan batangan.

Kalimat-kalimat Rani via telfon itu memang penuh makna. Gue jadi ingat sama kata-kata temen gue, “Pacaran itu bukan perihal mencari kebahagiaan, tapi tentang berbagi kebahagiaan.” Harusnya, kita udah bahagia sebelum ketemu dengan pasangan kita. Percuma mencari kesenangan dalam wujud orang lain kalau menyenangkan diri sendiri aja nggak ngerti caranya.

Mungkin maksud Rani seperti itu, mungkin dia ingin belajar cara menyenangkan diri sendiri, sebelum ia kembali membagi kesenangan-kesenangan itu dengan orang lain. Ya, pacaran lagi. Dan mungkin juga benar, jomblo adalah sebuah fase supaya mampu menyenangkan diri dengan atau tanpa orang lain.

Semua yang pernah pacaran, dimulai dari jomblo. Dan semua yang jomblo, dimulai dari.. ngg, dari.. ah ya gitu deh. Ngomong-ngomong soal jomblo, pertanyaan mendasarnya adalah “Kenapa sih kok bisa jomblo?” dan akan gue jawab “Ya karena nggak punya pacar.” Garing kan?

Hari ini, gue akan membahas macam-macam jomblo bukan karena nggak punya pacar (walau itu alasan mendasarnya sih) lewat pengalaman-pengalaman gue dalam menjalani dunia percintaan yang makin ke sini dirasa makin kejam.

So, there’s Jomblonology Don Juan Version.


JOMBLO FILSUF

Kondisi jomblo ini diakibatkan oleh psikis orang tersebut. Pengalaman ini gue dapat dari salah satu teman gue. Dia adalah seseorang yang banyak mengajarkan gue tentang fondasi-fondasi kehidupan. Salah satu prinsipnya yang selalu gue ingat adalah “Kamu harus kuat ketika sendiri, dan menjadi hebatlah ketika bersama”. Katanya, kesendirian dan kebersamaan ibarat Yin and Yang. Keduanya saling melengkapi. Kesendirian akan mengajarkan tentang kekuatan dari dalam, kebersamaan akan mengajarkan kekuatan dari luar.

Dia yang seperti filsuf itu, menganggap kesendirian adalah sebuah anugerah. Kesendirian jangan dibeci, jangan juga dijadikan sahabat. Katanya, kesendirian adalah setenang-tenangnya kesepian. Jika kesendirian dibenci, kau akan rapuh ketika suatu hari nanti orang-orang yang dekat denganmu meninggalkanmu. Jika kesendirian dijadikan sahabat, kau akan akrab dengan kesepian.

“Terus kesendirian ini buat apa, bro?” Tanya gue.

“Nggak untuk apa-apa, tapi suatu hari nanti, ketika kau dikecewakan, ketika kau ditinggalkan, ketika kau diacuhkan, kau akan berterimakasih pada hari ini, karena kau sebenarnya tidak pernah benar-benar sendiri.”
Gue yang ber-IQ melati butuh satu bulan untuk mencerna maksud di atas.

Akhirnya gue cerna menjadi seperti ini,

“Kesendirian mengajarkan bahwa kita tak pernah benar-benar sendiri, dan kebersamaan mengajarkan bahwa kita tak bisa selalu bersama.”

Jomblo keren ini nggak mempan sama yang namanya kesepian dan patah hati.



JOMBLO SALAH PASAR

Ibarat jualan, siapa yang bisa mempromosikan produknya semakin kreatif, semakin keren, maka kemungkinan lakunya akan semakin besar. Begitu juga dengan dunia percintaan. Siapa yang bisa “ngasi tau” dirinya itu beda dari yang lain, maka kemungkinan orang lain untuk jatuh cinta akan semakin besar (terlepas dari faktor muka).

Tapi nggak gitu jadinya ketika jualan iPhone di depan Mesjid waktu bulan Ramadhan. Mau kayak apapun bagusnya itu iPhone, yang orang cari tetep aja kolak pisang. Salah pasar itu mengenaskan.

Gue pernah mengalami hal di atas. Tapi karena terlalu absurd, gue nyeritain pengalaman salah satu temen gue aja. Sebut saja Diandra. Namanya yang kecewek-cewekan tersebut membuat cowok separuh baya ini sering dijadikan olok-olokan oleh para temannya, termasuk gue.

Diandra adalah teman gue waktu SMA di Jakarta. Orang tuanya kerap kali pindah-pindah domisili karena tuntutan pekerjaannya. Waktu kelas 11, Diandra terpaksa pindah ke SMA di Bali karena orang tuanya harus bertugas di Bali selama 3 tahun. Sekadar tambahan informasi, Diandra ini cowok alim yang bertugas main ketipung di kosidahan Rohis. Melihat kesenangannya akan bermain ketipung, sebelum pindah, Diandra sempet nanya ke gue.

“Don, di Bali anak Rohisnya main kosidahan juga nggak?”

Gue cuma bisa diam. Kalimat perpisahan absurd dari dirinya sungguh tidak mencerminkan romantisme perpisahan. Selain itu, gue juga tau kalau SMA di Bali nggak ada yang namanya Rohis. Kalau gue kasih tau, pasti Diandra akan membanting ketipungnya. Diandra bakal pensiun dari grup band kosidahannya dan beralih profesi menjadi penari Saman.

Tiga bulan kemudian, Diandra telfon gue. Dari nada bicaranya, Diandra seperti desperate akan hidupnya. Di ujung gagang telfon, suara terseret-seret Diandra terdengar.

“Don.”

“Gimana kabar lo di Bali, sehat bro?” bales gue.

“Di sini nggak ada anak rohisnya, bro.”

“Lha, pan udah gue kasitau waktu itu, bro.”

“Gue kayaknya mau batalin impian terbesar gue, bro.”

“HAH? KENAPA? JANGAN GITU, TETEP SEMANGAT BRO.” Gue agak-agak sedih denger omongan Diandra.

“Udahlah, di sini nggak ada harapan, bro.”

“Emang, impian besar lo apa, bro?” Tanya gue lagi.

“Jadi pemain ketipung professional, bro.”

“AH TAIK, BRO.”

Ngeliat sifat absurdnya yang begitu mencemaskan, gue khawatir kalau dia akan kesulitan punya pacar. Belum selesai gue amini kalimat ini, seminggu kemudian Diandra nelfon gue lagi.

“Don, gue mau mati ajalah.”

“Lu pengin mati? Coba lu pilih Mio.” Bales gue.

“ITU MATIC, BRO.”

“Oke. Lo kenapa lagi, bro?”

“Gue ditolak cewek, bro?”

“Kenapa, bro?”

“Amanda anak IPA 2, gue suruh pakai jilbab nggak mau bro.”

“OKE CUKUP, BRO.” Gue memotong.

Telfonnya gue matiin. Selain tingkah Diandra yang nggak masuk akal, Diandra nggak sadar kalau di sana kan mayoritas bukan muslim, harusnya Diandra bisa ngerti dan beradaptasi. Selain banyaknya perbedaan kebudayaan dan agama, ditambah kemampuan adaptasi yang rendah, Diandra ini ibarat jualan ketipung di depan Mesjid waktu bulan Ramadhan.

SIAPA YANG MAU BELI KETIPUNG WAKTU BUKA PUASA, SETAN!!

Ini juga mengingatkan gue kepada perkataan seseorang, 

"Semua orang itu nggak ada yang jomblo, cuma pasarnya aja yang beda-beda."

Akhirnya Diandra menjomblo hingga tiga tahun ke depan.



JOMBLO PLAYBOY

Jaman sekarang, status relationship itu ada beberapa macam:

Single: Avalaible buat dipacarin.

In a Relationship: Lagi pacaran.

Complicated: Lagi berantem, butuh temen curhat dan rentan kena tikung.

Depend who asking: Tergantung siapa yang nanya, kalau yang nanya cakep, otomatis langsung jomblo.

Playboy ini status relationship-nya yang depend who asking. Naini, penyakit jeleknya playboy. Sederhana, playboy ini kalau ketemu cewek cakep, langsung merasa jomblo dengan sendirinya, berusaha deketin, terus  pacaran, besoknya ketemu lagi sama cewek cakep, terus merasa jomblo lagi, dan terus begitu sampai kiamat.

Pada akhirnya, dia cuma mencintai dirinya sendiri.

Pelajaran terpenting yang bisa diambil dari playboy adalah, dia sangat mengerti apa itu kehilangan.

Cintailah banyak orang, maka kau akan memperbanyak jumlah kehilangan.



JOMBLO PRINSIP

Kategori jomblo ini termasuk dalam jomblo yang paling banyak di muka bumi ini. Terkenal dengan alasan dan dalih-dalihnya yang membuat mereka belum mau melepas status jomblonya.

Banyak motifnya, dari yang terlampau terluka hingga menentukan cinta yang baru pun sukar rasanya.

Dari yang dengan terlalunya mencinta, begitu kehilangan, move on pun tak tau artinya.

Dari  mencari yang terbaik dalam bobot, bebet, dan bibit dan malah nggak pernah ketemu.

Dari yang terus selalu mencari yang lebih baik dan malah nggak pernah berhenti di pemberhentian apapun.

Dari pedekate yang kelamaan hingga menjadi terlalu nyaman dan malah berakhir menjadi sahabat baik.

Dari yang sering dikecewakan dan sekarang menjadi over hati-hati dalam memilih dan sampai sekarang nggak mampu menentukan pilihan.

Ya pokoknya banyak deh alasan-alasan dan dalih-dalih yang bikin jomblo-jomblo ini betah menyandang status, mohon maaf, sendiri.



JOMBLO MUSIMAN

Anehnya, ada musim-musim tertentu di mana status jomblo ini menjamur di mana-mana. Entah kenapa, dari yang pacaran, di musim-musim tertentu akan mengambil keputusan untuk udahan.

Contohnya adalah UAN.

Nggak sedikit dari dedek-dedek unyu ini mengambil keputusan untuk udahan dengan pacarnya. Fokus ujian nasional adalah salah satu alasan yang memprakarsai maraknya kata udahan di tengah-tengah mereka. Agak absurd memang, tapi ini benar adanya.

Contoh yang lain adalah Pengumuman Kelulusan.

Belum selesai adegan percakapan, “kita udahan dulu deh” mewarnai hiruk-pikuk ujian nasional, pengumumuan kelulusan ini juga akan memperkeruh suasana. Di mana setiap anak SMA akan meneruskan ke jenjang perkuliahan, dan memutuskan hendak kuliah di mana. Jika si cewek memutuskan kuliah di kota asal dan si cowok memutuskan untuk kuliah di kota lain, ini akan memicu LDR.

LDR di awal-awal kuliah? Hmmm..

Yang sekampus dan dari semester satu udah nemenin kemana-mana aja belum tentu pas wisuda masih nemenin, apalagi yang LDR?

#AmbilSendal

#KaburPerlahan



Oke deh segitu dulu ya, gue mau ngasi kepastian dulu nih sama dia.

Udah yaa, daaa..

Share:

3 Komentar

  1. Keren bang..!
    Banyak banget pengetahuannya tentang jomblo,
    Bisa tuh bang jadi duta jomblo nasional.

    BalasHapus
  2. Jomblo playboy (Y)

    BalasHapus