Long Distance Religionship - chapter 4
#4
Selamat
malam sayang, malam ini kau begitu kurindukan. Aku menunggu dalam
kesunyian, bergeming dengan kegelapan,
dan kini aku bertikai dengan sebuah harapan.
Dariku,
Untukmu yang
kurindukan.
Dari sinilah kisah LDR yang nggak
biasa dimulai.
“Dia
terus memelukku. Lingkaran tangannya di tubuhku tak ingin ia lepaskan. Mungkin,
banyak yang ia ingin utarakan padaku. Aku begitu memahami perasaannya waktu
itu. Dia ingin sekali memilikiku, namun tak berani dia ungkapkan. Aku sekarang tau
apa yang ia pendam selama ini.
Karena
pelukan, mampu mengutarakan apa yang tak sanggup di utarakan.
Senja
meminta kami untuk pulang, aku berpisah dengannya dengan sebuah senyuman dan
harapan. Malam ini, aku bisa terlelap, pikiranku terlelap dalam wajahnya.
Sebelum mengenalmu, merindu tak pernah separah ini.
Hari
berganti minggu, hinggu libur panjang pun datang. Ia telah berpisah dengan
kekasihnya, dan aku berpisah dengan masa kelamku. Ku lihat dia bagai matahari
pagi ini, dia bersinar. Dia berharga. Senyumnya, tatapannya, wajahnya. Dari
situ aku tau satu hal.
Tidak semua yang berkilau itu permata.
Dia lebih
dari sekedar permata.
Pada tanggal
16 Juni, dia seutuhnya jadi milikku. Tanggal itu ia pilih karena menurutnya, 16
adalah perbatasan di mana masa kecil berakhir, dan memulai masa dewasa.
Berharap hubungan kami bisa lebih dewasa dari yang lain. Berharap kelak aku
akan mencintainya sedewasa mungkin.
Libur
panjang pun hampir berakhir, ada sesuatu yang membuat aku gelisah. Dia akan
pergi jauh meninggalkanku. Terpisah oleh pulau, berseberangan dengan laut.
Ya, dia pindah ke Bali. Gue
ditinggalin sendirian. Dan sekarang doi menetap disana, untuk jangka waktu yang
lama. Lama sekali.
“Kamu serius
bakal pindah kesana?”
“Iya.
Maafin aku ya fan. Aku sebenarnya gak mau. Tapi orang tua aku maunya disana..”
“Kamu gak
bisa tinggal disini sebentar? Aku mau liat kamu seutuhnya sebagai kekasihku..”
“Maaf ya
fan. Kalau aku gak keterima di Bali, aku pasti kembali kok. Tunggu aku ya fan..
Aku sayang kamu.”
“Tapi
kan…. Aku selalu menunggu. Iya, aku juga sayang sama kamu..”
Libur
telah berakhir, dia tak hadir di sana. Aku selalu menunggunya. Dia tak kunjung
datang. Di malam hari, kuhubungi dia.
“Kamu
di mana? Aku menunggumu seharian.”
“Makasih
banget fan kamu nungguin aku. Tapi maaf. Aku jadi ke Bali. Maaf.. fan.”
“Kamu
gak mau tinggal sejenak? Atau sekedar kasih pamit buat aku?”
“Maaf
fan..”
“Sayang..
maafin aku gak bisa jagain kamu disana.”
Dia
mulai menangis. Suaranya melemah. Tangisannya semakin deras.
Sayang,
jangan pernah ubah suaramu menjadi sebuah tangisan. Kau tau aku lemah oleh
tangismu..
“Fan,
aku ada tulis diary tentang kamu..”
“Bisa kamu bacakan? Aku ingin sekali
mendengarnya.”
Tangisannya
semakin deras. Hatiku melemah. Dia terisak. Dan berkata..
“Sayang..”
“Kalau boleh aku putar waktu, aku
ingin balik ke waktu itu. Saat aku sama dia. Waktu aku peluk dia. Waktu aku
cium dia..
Tuhan..
Kalau boleh, aku ingin meminta satu
hal Tuhan..
Aku mau, perbedaan antara aku dan
dia dihilangkan..
Aku sayang sama dia.. Aku mau
mendampingi dia terus..
Hingga ia lingkarkan cincin di
jariku..
Ya Tuhan,
boleh ya?”
Dia
terus menangis. Langit juga menangis. Rintiknya turun berlinang di pipinya. Isakan
tangisnya tak henti. Aku begitu lemah malam itu. Kubiarkan sampai tangisnya
habis. Maaf aku tak bisa ada di sampingmu saat kau menangis sayang. Percayalah,
suatu hari nanti. Kubiarkan tangismu habis mengering di bajuku.
Aku
memeluknya dari jauh, dan berkata..
“Sayang,
semuanya akan baik-baik saja..”
Aku
akan menjagamu meskipun kita terpisah jauh, dea.
Dea.
Ketahuilah, sampai sekarang pun aku
masih menunggumu.
Sesuai dengan pintamu waktu itu
bukan?
Kelak, pelukan kita yang akan
berteriak,
Menertawakan jarak.
From @irfannyhanif
Tags:
The Playboy Stories
0 Komentar