PHP for PHP chapter 3
Semua adalah perih dalam perihal
cinta.
Apalagi ada perih dalam perihal cinta yang tak
terbalaskan.
Semua akan sakit. Pada waktunya.
Yak. Devia
memang tipe yang menurut gue cukup membingungkan. Dia gak ada dalam daftar
kategori bidadari yang gue pikirkan. Entah dia senangnya sama apa. Bencinya
sama apa. Dan that’s all yang buat gue penasaran , tanpa di sengaja hati ini
melihat mercusuar untuk berlabuh.
Mungkin.
Atau gue yang terlalu cepat menaruh
hati padanya.
“Kadang, cinta terlalu cepat untuk dijatuhkan, dan sering terlalu
lambat untuk diselamatkan.”
“Kamu serius mau nonton Ghost
Rider ??” Tanya gue ganteng.
“Iya, emang ada yang salah?”
Devia heran.
“Enggak sih, cuman… “
“Cuman apa ?” Devia heran
kuadrat.
“Cuman..”
“Cuman apaaaaaaaalagiiii, hih.”
Devia berada di puncak keheranan tertinggi.
Sebelum entarnya jadi Giring, gue
jawab aja, “cuman.. aku takut.. filmnya
kan ngeri……”
Pfft.
Oke-oke, itu memalukan.
“Kamu cowok bukan, sih??!!” Seketika
rambutnya jadi kribo.
Yak, dia berubah jadi Giring.
Lalu poni gue memanjang, dan berubah jadi Andika.
Lalu kami naik ke atas
panggung dan menjadi duet maut.
Benar-benar-maut.
Tamat.
“Oke deh, kita nonton Ghost
Rider..”
“Oke!” jawabnya dengan mantap dan
penuh kepastian.
Ya, cuma
jawabannya yang penuh kepastian. Tapi
kelanjutan hubungan ini tak kunjung mendapat kepastian.
Persoalan pun
selesai. Kami memutuskan untuk menonton film Ghost Rider. Masih ada waktu 30 menit
sebelum film di mulai. Gue pun nggak melewatkan kesempatan ini..
This time. Will be repeat again if you can catch her heart now.
“Masih 30 menit nih, kamu mau
kita nunggu dimana, Dev?” Gue basa-basi.
“Di situ aja.” Jawabnya sambil
menunjuk bangku yang di sediakan di XXI tersebut.
“Oke deh.”
Gue pun
berjalan ke arah bangku tersebut dengannya. Dan setelah ini, ada sebuah
kejadian yang bakalan menyentuh sanubari kalian, wahai pembaca yang budiman.
Ya, dia menggandeng tangan gue.
“What are you doing, Devia?” Oke,
itu suara hati kecil gue.
“ Mau buat gue tambah jatuh hati
lagi di kamu?! Iya, jadi bener begitu?!? Maumu apasih!?! Hih.” Kalau yang ini
beneran suara gue.
Saat
jemarinya terbelenggu satu dengan jemari gue,semuanya jadi bergerak melambat.
Bahkan bumi berotasi berlawanan arah. Matahari timbul dari ufuk barat ke ufuk
timur. Muncul imam mahdi. Langit membelah, tiga kali gempa bumi. Terlahirnya
Dajjal. Dan… oke, itu kiamat.
Semua
menjadi slow motion. Mungkin agak berlebihan. Tapi ketika lo jatuh cinta,
semua akan terasa berlebihan. Termasuk sakit yang berlebihan karena bertepuk
sebelah tangan setelahnya.
Ihik.
Kami pun duduk di bangku
tersebut. Gue bingung, mesti ngapain kalau udah begini.
Kami saling berdiaman satu sama
lain.
Feel so awkward.
Tiba-tiba dia
memecahkan suasana awkward dengan
kekuatan jajang reincarnation. Dia ngeluarin iPod nya dan mulai memainkan game jungle-run.
“Liat deh, aku jago loh kalo main
ini!” seraya Devia memamerkan keahliannya.
“Hehe.. suka ya main itu?”
“Iya.. aku emang suka main game.
Hehe”
Dalam hati
gue. “Ini bidadari suka main game apa lagi yaa.. Kayaknya dia cocok sama gue.
Belum tau dia siapa gamer sebenarnya .”
“You’re a gamer? Nice to meet
you. Bitch pleasee.. I’m a coach.” (--,)
Selagi dia
asik main, gue berusaha mengakrabkan diri. Dengan bermodal nekat, ya dengan
bermodal tampang juga sih, gue rangkul bahunya.
Dan dia membiarkan saja.
Mungkin ini adalah tempat
berlabuh gue.
Sambil menatap wajahnya, dengan nekat gue cium mesra rambutnya.
Dan..
Tanpa di
sengaja chemistry mulai menyelimuti
kami. Memeluk erat. Dan mengkabutkan perasaan. Yang kami sebut itu, cinta..
Belum selesai
kami membiarkan diri kami tersesat dalam chemistry,
tiba-tiba waktu sudah telah menegur kami untuk masuk ke dalam studio.. Ya, film
sebentar lagi dimulai.
Kami pun
masuk ke dalam studio dan setelah di dalam, mbak-mbak cantik XXI yang ada sayap
di punggunya itu, memberikan kacamata 3D.
What?
3D?
Perasaan tadi
nggak beli yang 3D deh. Gue cek lagi tiketnya, dan emang 3D. Damn! Pantesan aja mahal. Dari kejauhan
terdengar sayup-sayup suara yang merintih, meraung, dan melenguh. Dan ternyata... itu suara dompet gue.
*elus-elus dompet*
Mungkin ini
yang namanya dibutakan oleh cinta. Sampe-sampe judul film jadi nggak kelihatan.
Kalau kata perihbahasa, “Semut di ujung
lautan terlihat, tiket 3D di kelopak mata tak terlihat.”
Devia telah telah berhasil
mengalihkan pandangan gue.
Rada bingung
ini film Ghost Rider apanya yang di
3D-in. “Apa jangan-jangan entar pas tokoh utamanya berubah jadi Ghost Rider, apinya keluar terus membakar seisi studio?” Gue panik.
“Atau bakalan keluar Titi DJ, Ruth Sahanaya dan
Krisdayanti?” Iya iya, walau sesama 3D, 3 Diva bukanlah sebuah film action.
Oke, film pun
dimulai. Karena gue anak soleh, gue duduknya duduk di antara dua sujud. Bahkan
gue sempet beberapa kali tertangkap basah duduk tahyat akhir.
Krik.
Ini film gak jelas banget
awalnya. Karena bosen, gue fokus ke Devia aja.
Ternyata dia
lagi asik menyaksikan film. Gue memberanikan diri lagi menggenggam tangannya,
dan.. dia reflek mendaratkan kepalanya di lantai. Err.. maksudnya di bahu gue.
Mungkin dia nyaman dekat dengan gue, feel
pun mucul dengan perlahan. Dia pun
semakin menggenggam erat tangan gue. Damn!
Chemistry lagi-lagi menyelimuti. Gue tatap wajahnya dalam, dan dia pun
melakukan hal yang sama. Kali ini kami benar-benar tersesat dalam tatapan.
Genggamannya semakin erat dan
sambil menatap, dia bilang…
To be continue
From @irfannyhanif
Tags:
The Playboy Stories
0 Komentar