Beberapa PDKT yang Sebaiknya tidak Dilanjutkan.

Selain menjadi hal yang paling bikin deg-degan dan paling bikin galau, pedekate juga digadang-gadang sebagai fase termanis dalam mengarungi bahtera percintaan. Bagaimana tidak, liat aja mereka yang saling canggung ketika bertegur sapa dan bertatap mata.  Liat aja mereka yang suka stalk timeline buat nyari info terkini seputar gebetannya. Coba liat mereka yang mau ngajak jalan aja pake basa-basi nanya, “Nanti pacarmu marah, nggak?”

Hih.

Overall, semua itu yang bakal bikin kita senyam-senyum sendiri setelahnya.

Tapi nggak semua pedekate bakal berhasil. Beberapa di antaranya akan berakhir di tepian jalan dan dianggap sebagai pembelajaran.

Dan beberapa yang lain, SEBAIKNYA nggak dilanjutin.

Iyah,  sebaiknya sih, sebaiknya loh, nggak usah dilanjutin.

Cara pedekate anak band.



STORY 1.

Salah satu temen gue, Fandi, adalah salah satu aktivis (walau lebih sering pasif) di Badan Eksekutif Mahasiswa. Banyak waktu yang dia habiskan di markas BEM. Dari menonton tivi, main capsa, nyuci baju, sampai tempat pelarian dari kejaran bapak kosan gara-gara nunggak uang bulanan.

Begitu aktif.

Sampai pada akhirnya menjelang Pemilihan Mahasiswa Raya, dia yang masih muda dan haus akan pengalaman berorganisasi, ingin mendapat sebuah posisi penting dalam kabinet. Namun dia sadar diri jika akan sulit mendapatkan posisi itu karena masih banyak kakak seniornya yang lebih punya kans untuk menggantikan sususan kabinet yang lama.

Kebetulan, Sekjen yang punya jalur birokrasi sangat dekat dengan presiden dan Tim Pemilihan Mahasiswa Raya, adaah seorang cewek. Jelas, dia adalah senior Fandi. Dan yang lebih jelasnya lagi, Fandi udah memendam perasaan cinta padanya cukup lama. Seumur hidup.

Melihat Sang Sekjen yang tak pernah tertangkap mata jalan sama cowok lain, Fandi beranikan diri untuk mengantarnya pulang setelah rapat dari markas. Dari situ Fandi mulai mengenalnya lebih jauh dan jauh lagi. Pedekate pun bermulai dari situ.

Namun, rasa cinta temen gue itu ke Sekjen-nya, mulai luntur karena obsesi besarnya yang ingin mendapat posisi di kabinet yang baru. Entah mengapa, perlahan Fandi mulai memanfaatkan kesempatan ini untuk memungkinkan merekomendasikan dirinya ke dalam kabinet periode selanjutnya.

Dan Fandi pun mulai menjadikan pedekate itu untuk mendapat hal selain cinta. Ya, untuk sebuah jabatan.

Buat gue, sebenernya sih sah-sah aja. Tapi ternyata dia belum selesai bercerita, di akhir ceritanya, dia memberikan suatu pesan.

 Jika kamu pedekate-in seseorang untuk mendapat sesuatu selain dengan apa yang sepakat kita sebut cinta, sebaiknya jangan dilanjutin. Kamu nggak akan mau tahu kelanjutan cerita di atas. Selalu ada Unfinished business untuk hal yang dipaksakan.

Gue cuma bisa mengangguk.



STORY 2.

Sahabat sejati  memukul dari depan untuk menyadarkan, sahabat musiman memeluk dari belakang untuk menikam pelan.

Nggak banyak yang gue punya di dunia ini selain keluarga dan sahabat sejati. Gue udah sama-sama dia sedari awal mengarungi dunia perkuliahan. Banyak yang udah terjadi di antara kami. Ketika gue tertusuk, jantung dia yang tertembus. Ketika dia terjatuh, kepala gue yang retak.

Mungkin begitulah cara gue menggambarkan keakraban kami.

Reza, iya dia yang gue ceritakan di atas, adalah seorang yang pemalu. Terutama masalah cinta. Hebatnya, dia selalu menjadikan gue sebagai tempat bertanya keluh-kesahnya akan cinta. Belakangan, gue mendapati bahwa alasan dia selalu bertanya masalah cintanya ke gue adalah.. karena gue sering gagal dalam lika-liku dunia percintaan.

“Don, bagaimana caranya terus berjuang dan tetap tegar ketika lo terus bertubi-tubi mengalami kegagalan cinta? Lo hebat banget.”

Begitulah cuplikan percakapan terakhir yang keluar dari mulutnya.

Reza emang bangkek.

Dia curhat kalau udah deket sama seorang cewek dalam kurun waktu 7 bulan. Hebatnya dia nggak pernah punya nyali untuk sedikit mengutarakan isi hatinya. Bahkan dia nggak mau kasih tau siapa nama cewek yang lagi dia deketin. Dia cuma selalu nanya bagaimana cara mendapatkan hatinya.

Akhirnya, gue maksa Reza untuk ngajak jalan pujaan hatinya. Iya, gue paksa. Mungkin dengan begitu dia jadi lebih bernyali. Dengan penuh canggung, Reza menelpon cewek itu. Gue masih nggak tega ngeliat Reza bunuh diri kalau-kalau ajakan jalan via telponnya ditolak.

Takdir berkata lain, kali ini Tuhan menggerakkan hati cewek itu untuk mau diajak jalan sama cowok macem Reza. Gue jadi kasian sama cewek itu. Reza janjian sama cewek itu hari Sabtu malem. Iya, Sabtu malem. Begitulah cara Reza menyebut malam Minggu.

“Don, makasih banget. Gara-gara lo, gue jadi berani ngajak jalan pujaan hati yang telah lama gue puja. Iya, separuh usia.” Ucap Reza dengan pandangan penuh haru.

Padahal, dia kenal deket sama cewek itu baru 3 bulan, tapi dia telah menyebutnya separuh usia. Di sinilah letak kebangkaian Reza.

“Don, mending kita nge-date bareng aja. Lo ajak cewek lo dong. Temenin gue..”

“Ah, lo jangan nyindir deh. Gue LDR, njir!”

“Owalah, yaudah, ajak gebetan lo yang lain kek, atau pacar orang kek, atau siapa kek.”

“Yaudah, gue coba ajak jalan cewek yang juga udah lama gue incer. Gue sebenernya demen sama dia, tapi nggak enak aja ngajak jalan.”

“Okesip, sabtu malem ya, Don!”

Kesempatan ini lantas nggak gue sia-siakan. Keberhasilan Reza ngajak gebetannya juga  gue jadikan sebagai ajang untuk bisa merasakan hangatnya malam minggu bersama cewek. Ya walau bukan cewek sendiri. Begitulah LDR, malam minggu rasa jomblo.

Nggak mau kalah, gue juga nelpon sang gebetan.

“Halo Tika.. kamu lagi apa?

“Lagi di kosan aja nih. Kamu mau minjem duit lagi, Don?

*JEDAR!*

“Umm nggak kok nggak, aku mau nonton di XXI sabtu besok, kamu mau ikut?” ucap gue sembari menelan ludah.

“Waaa, cieee aku diajak jalan nih. Eh, tunggu bentar.. aku ada acara sama temen juga di XXI sabtu besok. Waduh, gimana ni? Aku udah bilang iya ke temenku.”

“Oh, yaudah, gapapa kok. Mungkin lain kali yaa..”

“Iya sorry ya, Don..”

Ini semua pasti karena Gaby selalu berdoa di tempatnya yang jauh di sana, di kotanya, dia pasti mendoakan gue supaya jauh dari kata selingkuh. Jadinya gue selalu gagal deh kalau mau selingkuh. Dengan sedikit rasa kesal, gue pun mengakhiri percakapan sambil membanting henfon ini keras-keras.. ke kasur. Maklum anak kosan.

Daripada gue terlihat lebih jomblo ketimbang Reza, akhirnya gue memutuskan untuk nggak ikut nemenin dia di Sabtu malemnya. Tentu dengan alasan yang nggak mungkin bisa disanggah olehnya. Ya, gue ada rapat BEM mendadak. Itu alibi cukup sempurna yang mampu menghindarkan gue dari hinaan keji Reza, perihal kesendirian gue di malem Minggu.

Tentu kejadian ini nggak lantas membuat gue diem aja. Kekepoan gue akan keberhasilan Reza ngajak jalan gebetannya, pengin banget gue abadikan menggunakan kamera. Kapan lagi teman baik gue tertangkap basah jalan sama cewek. Gue memang teman yang baik.

Di Sabtu malemnya, gue diem-diem ngikutin Reza dari belakang. Tentu saja  dengan motor pinjaman. Anehnya, si Reza ini nggak jemput gebetannya di kediamannya, dia janjian ketemuan langsung di XXI-nya. Reza banget emang..

Gue sengaja parkir agak jauh dari motor Reza. Sambil menggengam kamera yang tentunya juga pinjaman, gue udah siap-siap mengabadikan momen-momen terindah sepanjang masa buat hidup Reza. Iya, jalan sama cewek.

Kamera udah gue nyalain  dan semua tertuju pada gerak-gerik Reza.

Dan, ketika ada seorang cewek berjalan menuju ke arah Reza di depan pintu, langsung gue potret.

*DEZIGGH!!*

ANJRITT ITU KAN, TIKA!” gue kaget-kaget ganteng.

“JADI CEWEK YANG SELAMA INI DIA CERITAKAN KE GUE ITU ADALAH TIKA??!?”

Bagaimana mungkin gue dan sahabat baik gue sendiri diam-diam menyimpan rasa kepada cewek yang sama..

Tika udah lama banget gue kenal, bahkan melebihi waktu yang Reza punya untuk mengenalinya. Tika selalu ada buat gue bahkan ketika di akhir bulan. Sekarang ketika gue ingin memacarinya, dia tertangkap kamera pinjaman sedang jalan sama sahabat baik gue sendiri.

Sambil mendorong motor pinjaman yang mogok karena lupa diisi bensin, gue pulang ke kosan dengan perasaan yang karut-marut.


Pesan: Satu-satunya orang yang paling rela melepas, adalah ia yang paling kuat mencintai. Hanya itu yang bisa gue lakuin ketika saingan gue ternyata adalah sahabat baik gue sendiri. Melukai sahabat sendiri itu seperti menyilet luka menganga di tubuh sendiri. Daripada banyak yang terluka karenanya, pedekate seperti ini sebaiknya jangan dilanjutin.



STORY 3.

Hidup ini indah, namun begitu melihatnya, gue sadar bahwa hidup ini bisa lebih indah dari sebelumnya. Bukan bermaksud lebay, tapi kalau udah terjebak, terperosok, dan terlunta-lunta dalam lingkaran cinta, semua akan menjadi lebay tepat pada waktunya. Sama kek alay, lebay juga bisa menyerang siapa saja yang berniat untuk jatuh cinta.

Monika. Dia adalah biang kerok dari semua kelebay-an ini. Gue dipertemukan dengannya di hamparan tanah yang lapang. Tempat di mana para mahahasiswa dan mahasiswi dikumpulkan secara bersamaan di satu waktu. Saat ospek.

Sebelum gue kepanjangan menceritakan tentangnya menjadi sebuah novel di sini, intinya, gue tergila-gila padanya. Jujur, dia adalah pedekate terlama gue sepanjang masa. Sampai setahun lebih lamanya. Bahkan ketika dia udah punya pacar, gue masih terus mendekatinya. Bahkan ketika gue udah punya pacar, gue juga masih-tetap-dalam-misi-mendekatinya. Hebatnya, usaha gue selalu kandas dalam apapapun itu bentuknya. Sampai pada akhirnya gue sadari bahwa dia hanya tertarik pada cowok cool yang minim ekspresi, cuek, dan dingin.

Na’asnya, gue berkebalikan dari semua hal di atas. Gue yang sangat extrovert, suka jahil, becanda dan meledak-ledak, tak pernah mendapat sedikit tempat di hatinya. Gue yang nggak mau menyerah gitu aja, lantas berusaha memantas-mantaskan diri menjadi seorang cowok yang bisa menarik perhatian Monika. Sederhananya, gue belajar menjadi cowok cool dan apapun itu yang bertolak belakang dengan apa yang udah jadi ciri khas gue. Sangat nggak mudah.

Sekitar sembilan bulan kemudian, dengan melewati beberapa perjalanan cinta yang nggak kalah absurdnya, anehnya, sikap Monika ke gue berubah. Dia seperti tertarik dan lebih merespon gue. Ini bener-bener aneh, gue seperti qualified di hatinya. Semenjak itu, gue pun semakin dekat dengannya.

Ya, dengan sifat dan karakter gue yang berbeda.

Awalnya, gue merasa sebagai salah satu cowok yang hebat perihal mendapatkan hati cewek. Gue juga mengira bahwa cerita di atas bakalan seindah FTV-FTV di tivi. Tapi ada satu hal yang baru gue sadari di akhir cerita.

Pedekate yang menelan waktu cukup lama ini perlahan-lahan mengubah watak, sifat, dan karakter asli gue. Karena berusaha untuk setenang, se-cool, dan secuek mungkin di berbagai kesempatan, kecendrungan gue untuk menyapa orang duluan pun berkurang. Gue juga jadi jarang ngumpul sama teman-teman lama gara-gara mereka gue anggep garing. Jelas, sifat baru yang gue dapatkan ini menurunkan sense of humor dalam diri gue.

Untuk bisa sedikit qualified di hati Monika, gue harus menjadi seperti ini.

Gue seperti Spiderman yang terjebak dalam jubah hitam Venom. Gue kehilangan jati diri yang sebenarnya. Spiderman terjebak dalam jubah hitam Venom karena dikuasi oleh rasa dendamnya. Gue terjebak dalam sifat berbeda karena berusaha mendapatkan apa yang mungkin tidak seharusnya gue paksakan.

This is totally absurd and yaelahbro. But this is the reality.

Pesan: Cinta itu mengangkat yang apa yang berkekurangan dan meninggikan apa yang sudah berlebih. Selain itu, cinta juga mampu mengubah sifat dan karakter seseorang. Jika cinta mengubahmu menjadi seseorang yang seharusnya bukanlah dirimu, lepaskanlah. Kadang, menjadi seperti yang orang inginkan tak selalu menyenangkan. Mungkin dari sana asal-muasal kalimat “Be your self”. Pedekate yang seperti ini sebaiknya sih jangan dilanjutin.






Share:

2 Komentar

  1. bener juga sih gan
    cinta bisa ngubah sifat orang
    saya juga berubah sifat, cuma bedanya sifat saya berubah menjadi lebih baik lagi
    dulu nya otak mesum, pemales, jarang solat
    sekarang kebalikannya

    BalasHapus