The Master of Love
Sebelumnya, gue mau berterimakasih kepada
segala senyuman, segala canda tawa, segala kesedihan, kepada setiap tangis yang
jatuh, juga kepada segala kegetiran, dan kepada segala kegalauan yang ia
berikan. Ia selalu membuat masalah di dalam hidup ini. Ya, ia adalah masalah
yang tidak membutuhkan jalan keluar. Ia yang membuat tertawa, ia juga yang
menggoreskan luka. Dan ia yang membawa kita melangkah jauh ke tempat yang tidak
memiliki jalan pulang.
Perkenalkan, namanya Cinta.
Gara-gara dia, banyak orang mampu membuat
karya seni seperti novel, puisi, sajak, lagu, dan karya seni lainnya. Dan
orang-orang yang antusias menanggapi cinta, punya alirannya masing-masing atas
karya yang ia telurkan. Ada beberapa alirannya.
Tapi kita sebut saja “The Master of Love”.
Kenapa disebut “The Master of Love”? Karena mereka piawai dan luar biasa dalam hal
ini. Sebelum menulis ini, gue juga agak bimbang. Why? Kalau udah ngomongin
cinta, setiap orang punya pandangannya masing-masing. Dan lewat
pandangan-pandangan mereka, gue menemukan tiga jenis aliran. Ternyata,
pandangan-pandangan yang mereka letakkan dalam mendefinisi cinta ini yang
membuat mereka dianugerahi “The Master of
Love”.
Cekidot!
Aliran ini adalah cara pandang pertama gue
melihat apa itu cinta. Orang yang menganut aliran romantisme kebertuhanan
tentunya adalah orang yang romantis. Biasa terkenal lewat puisi, sajak, atau
karya seni lainnya seperti lukisan ataupun lagu. Di sini, gue melihat bahwa
romantisme bukanlah sebatas menye-menye
belaka. Ada point yang tak kasat mata hendak disampaikan di tiap karya mereka.
Akhir dari pencapaian romantisme adalah sisi kebertuhanan, atau rasa memiliki
Tuhan. Makanya nggak heran, orang yang menganut aliran ini biasanya adalah
seorang penyair, pujangga, seniman, atau bahkan seorang sufi.
“Perempuan
adalah wajah Tuhan di muka bumi.”
Lihat kalimat barusan? Sekelebat mungkin
terbaca sebagai gombal, nyepik atau mbribik.
Kalimat yang gue kutip dari mbah Sujiwo Tejo ini memberikan warna lain. Kalimat
di atas memiliki makna luar biasa perihal kehadiran perempuan di muka bumi.
Buat orang yang menganut aliran ini, akan terbaca sebagai hal yang magis.
Aliran ini akan meletakkan penganutnya pada
rasa tertinggi dalam memahami sesuatu. Sama halnya seperti membaca sebuah kitab
suci agama manapun, kita akan membacanya, mengertinya, dan mendeskripsikan
bagaimana itu akan terjadi di dunia nyata lewat pemahaman masing-masing. Itulah
mengapa ada orang yang taat beragama tapi perbuatan di dunia berbanding
terbalik dengan apa yang diajarkan oleh kitab suci agamanya. Ya, kuncinya ada
pada “pemahaman masing-masing”.
Romantisme kebertuhanan ini nggak mendebat
korelasi antara cinta dengan uang. Seperti yang pernah gue tulis di “The
Handsomology”, hal yang tak pernah habis jika didebat adalah mencari korelasi
cinta dengan uang. Mereka menganggap cinta adalah proses yang datang secara
magis dan sakral.
“Aku
justru salut sama perempuan yang suaminya terjerat kasus narkoba, tapi pilih
nemenin suaminya di penjara. Sudah salah, malah dibela! ITU CINTA!”
“Orang
yang ditanya kenapa dia jatuh cinta dengan kekasihnya, dan bisa menjawabnya,
artinya dia nggak jatuh cinta! Karena jatuh cinta itu nggak pakai
karena-karena!!”
“Cinta
itu bukan pengorbanan. Saat kau merasa berkorban, saat itu cintamu mulai
pudar!”
Begitulah beberapa kutipan yang kalau nggak
salah gue denger dari kotbah mbah Sujiwo Tejo di TEDX Bandung. Ya, gue memang
sangat terinspirasi oleh orang ini. Mbah Sujiwo Tejo, lewat TL-nya, seperti
mengajarkan gue tentang arti sebenarnya Romantisme. Romantisme ternyata nggak
cuma ngomongin cinta, dia luas, dia berbicara tentang fondasi kehidupan. Dan
dia berbicara tentang kebertuhanan.
“Kau
seperti puisi yang ditulis Tuhan. Walau nyaris tak aku mengerti, aku selalu
ingin membacanya lagi, lagi, dan lagi.”
Dari sanalah gue belajar bahwa hidup ini
adalah puisi-puisi yang ditulis Tuhan. Selalu saja ada bagian yang nggak kita
mengerti. Bukan karena puisinya jelek, cuma kita yang menanggapinya kurang
romantis. Andai kata semua dari kita adalah orang yang romantis, orang-orang
yang suka ngeluh tentang puisi Tuhan (baca: Kehidupan) nggak akan ada.
Untuk “The
Master of Love” beraliran romantisme kebertuhanan, sebut saja nama Sujiwo Tejo,
Chandra Malik, Joko Pinurbo, Agus Noor, dan masih banyak lagi. Dari
pandangan-pandangan mereka terhadap banyak hal, gue juga menemukan bahwa
semakin romantis seseorang, ia akan semakin religius.
Karena akhir
dari pencapaian romantisme adalah kebertuhanan..
Pernah denger kalimat, “Jangankan kebahagiaan, surga saja bisa dibeli dengan uang!” ? ini
adalah kalimat kontroversial penuh makna. Ya, aliran ini memang mengedepankan
materi, kemapanan, dan kesuksesan dalam menggapai semua tujuan hidupnya dan
bahkan kisah cintanya. Aliran ini tentu sangat berbanding terbalik dengan
aliran romantisme kebertuhanan, walau tujuan akhirnya sama. Tuhan..
Aliran ini pernah gue tulis dalam
“Materialistis or Realistis?” yang membahas tentang materi. Kalau belum pernah
baca, klik aja. Mereka yang menganut aliran ini jelas memakai materi atau
kemapanan dalam membangun kisah cintanya. Pertanyaannya sederhana banget, “Siapa yang nggak mau dapet jodoh mapan?”
Jawaban dari pertanyaan di atas hanya dua
kata. “Nggak ada.” Inilah kalimat
sakti betapa hebatnya aliran ini. Lelaki yang menganut garis keras kemapanan,
tentu akan menjadi bulan-bulanan kehisterisan banyak cewek. Di mana ada lelaki
mapan, di sana akan banyak wanita cantik. Ya, kalimat gue barusan pasti bakal
didamprat dan dikomentarin dari banyak pihak. Terlepas dari komentar bernada
sinis dan menyangka bahwa menuhankan materi, gue belajar banyak dari aliran
yang satu ini. Mereka akan berusaha keras mencapai kata mapan, baik secara
finansial maupun dari segi attitude. Pernah satu orang dari mereka bilang
seperti ini ke gue, “Selesaikan masalah
finansialmu, maka kau akan menyelesaikan banyak masalah lain di belakangnya.”
Makanya nggak heran kalau banyak dari mereka
adalah seorang pebisnis, pengusaha, atau pekerja keras. Intinya sih, mereka
adalah orang yang berbisnis, berusaha, dan bekerja keras.
Pernah datang atau mengikuti seminar bisnis,
pengembangan diri, atau semacamnya? Ya, di sana, ternyata materi atau kemapanan
erat kaitannya dengan kebertuhanan. Erat kaitannya dengan cinta, atau bahkan
dengan jodoh. Waktu gue datang di seminar Ippho Santosa atau akrab di Twitter
dengan Ipphoright, di sana dijelaskan bahwa dengan bersedekah serta berikhtiar
mampu mendekatkan jodoh, dan tentunya juga dibarengi memantaskan diri.
Dua aliran yang bertolak belakang ini memang
sering menarik perhatian gue untuk melihat kaitannya. Yang satu melihat dari
romantisme, yang satu lagi melihat dari kemapanan. Nah, di tengah dua aliran
ini, ada aliran di mana mereka menganalisa, membuat teori, dan formulasinya
untuk dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari. Ya, teori tentang cinta. Ya,
mereka berasal dari aliran..
“Cinta kok
pake teori? Cinta itu tanpa alasan. Tanpa karena!” sergah para master dari Romantisme
Kebertuhanan.
“Cinta kok
pake rumus-rumus segala? Mapankan dirimu, maka cinta akan datang mengejarmu!” balas para master dari Kemapanan.
Begitulah hasilnya jika berusaha meneorikan
cinta. Buat gue, cinta itu bukan sebuah ilmu, melainkan argumen. Orang yang
mampu mempertahankan argumennya, maka dialah yang menjadi pembicaranya. Ini
juga terjadi dengan gue, yang sering memberikan tips and arts di blog maupun kaskus. Banyak dari mereka setuju dan
nggak segan-segan memberi cendol atas tips yang gue berikan. Namun, yang
menghujat, menimpali dengan komentar bernada sinis, atau menyanggah, juga nggak
kalah banyak. Dari sinilah gue menemukan bahwa cinta adalah sebuah argumen.
Semua orang berhak menentukan yang mana paling benar atas deskripsi cinta.
Pernah di suatu sore di halaman timeline, ada
follover yang bertanya, “Don, lu anak hitman ya?” dengan polosnya gue membalas,
“Nggak, gue nggak main hitman. Gue main Assassin Creed.” Orang itu cuma bisa
bengong. Terus gue di-unfollow. Gue merasa sedih dan bersalah banget. Aku di-unfollow kak, aku cedih kakakkkk..
Nggak lama berselang, sekitar 7 hari
setelahnya, ada lagi yang mention gue seperti ini. “Don, lu alumni hitman kan?
Ngaku gak lu! :D”. Mention ini pun secara cepat membuat gue kalut. Diiringi
degupan jantung yang tak beraturan, gue cuma bisa bertanya-tanya dalam hati,
ada apa gerangan. Hitman itu apa cobak?
Karena diselimuti rasa penasaran yang
memuncah, gue putuskan untuk googling. Akhirnya gue dapatkan situs resmi Hitman
System. Dan yang bikin tercengang, isinya adalah tips tentang menjadikan kisah
asmara menjadi lebih baik. Ada seminarnya lagi! MAHAL LAGI!! Hahaha.
Sebenarnya ada banyak komunitas yang membahas
cinta dari sudut pandang teori dan mereka dapat memastikan apa yang akan
terjadi di depan menggunakan analisis. Namun hitman system adalah salah satu
yang terkenal di Indonesia. Jadi inilah alasan gue mengambil hitman sebagai
contoh. Inget, gue ngomong begini bukan berarti gue alumni hitman.
Begitu gue check akun twitter-nya, seperti
yang gue duga, banyak pro-kontra. Ya, sekali lagi, cinta bukanlah sebuah
kepastian yang dapat dibuat dengan mudah secara teori. Cinta adalah sebuah
ketidakpastian. Dari ketidakpastian dan kebelum-tentuan itulah cinta menyimpan
kejutan-kejutan yang membuat kita senyum-senyum atau bahkan senyum-senyum
sendiri menyembunyikan luka.
Namun, apakah orang yang mencoba meneorikan
cinta adalah sebuah kesalahan?
TIDAK.
Walau cinta sebuah kebelum-tentuan dan sebuah
ketidakpastian, cinta selalu meninggalkan jejak. Nah jejak-jejak inilah yang
digunakan sebagai benang merah untuk tiap kejadian yang menyangkut tentang
cinta.
Waktu ngebaca postingan hitman system, ada
banyak artikel yang membahas tentang teori kemapanan, namun di sana juga di
bahas tentang aliran romantisme. Intinya mereka membuat seorang lelaki menjadi
pribadi yang lebih baik. Positif.
Apapun yang udah gue tulis ini, bebas diberi
komentar apapun. Iya sekali lagi, cinta adalah sebuah argument, sebuah pendapat,
jadi setiap dari kita bebas menentukan pilihan. Nah, itu adalah tiga macam
aliran yang meletakkan pemikiran-pemikiran pada apa yang sepakat kita sebut
dengan cinta.
Are you the master of love?
So, kamu
berada di aliran yang mana? (--,)
Tags:
Filosofi kacang
4 Komentar
cinta adalah kehidupan..
BalasHapustanpanya dunia hanya tinggal menunggu kehancuran ~ the end of the world is when we stop believing in LOVE ~ dikutip dari @JRX_SID
so, sepertinya gw cenderung ke aliran yg pertama :)
kalo saya aliran kemapanan
BalasHapuskalo punya duit kan aman
cewe pada dateng
Heuheuheu.
BalasHapusGw milih semuanya, mapan, romantisme, attitude, se muu aa nyaaa!!
BalasHapus