The Perfect Twin 2


Akhirnya hari yang dijanjikan Gandhi pun tiba. Sebelumnya, gue juga udah telfon Gandhi buat memastikan tanggal kedatangannya. Kami sepakat bertemu di sekitaran Malioboro karena memang bus pariwisata banyak yang parkir di sana. Gandhi berangkat dari Jakarta tanggal 17 pagi dan kemungkinan sampai di Jogja tanggal 18 siang. Sehari sebelum keberangkatannya, gue juga bilang padanya agar menelfon gue ketika sudah sampai di Malioboro. Namun, hingga siang keesokan harinya, tak ada kabar darinya. Ketika gue menghubunginya, Gandhi cuma bilang kalau kena macet di jalan. Dia bilang baru akan tiba malamnya. Namun, hingga pukul 10 malam mereka juga belum sampai.


Tiba-tiba gue dibangunkan oleh bunyi henfon gue yang getarnya lebih keras dari nada deringnya itu. Di layarnya terdapat empat pesan masuk dan dua missed call dari Gandhi. Salah satu isi pesannya tertulis bahwa ia telah sampai di Malioboro. Ya pukul setengah tiga pagi. Gue bergegas menghampiri mereka, menunggang motor dan menerabas dinginnya udara subuh Jogjakarta.


“Haloh Gan, di mana lu? Nyampe Jogja subuh-subuh begini, hadeehh..” Tanya gue di depan kening henfon.


“Di parkiran, bro.” Jawabnya dari seberang.


Gue udah berdiri di sekitaran parkiran bus di area parkir Malioboro. Celingukan kanan dan kiri, namun yang gue temukan hanya ada sepi dan beberapa orang pedagang dan tukang becak yang mungkin hendak pulang ke rumahnya masing-masing.


“Haloh, nggak ada, di sini nggak ada bus baru dateng dan parkir gitu? Lu di mana wey..” Tanya gue lagi di kening layar henfon.


“Lha, elo di mana emangnya?” Sambar Gandhi cepat.


“Ya di parkiran Malioboro, tempat parkir bus di Malioboro ya cuma di sini.. Loh, lu di mana?”


“Gue di parkiran Ina Garuda.”


Hotel Ina Garuda kebetulan letaknya berdekatan dengan parkiran bus pariwisata Malioboro, gue tinggal jalan kaki dan membiarkan motor gue terparkir di sana. Ketika gue memasuki parkiran hotel itu, gue tetap nggak menemukan keberadaan bus pariwisata. Di saat gue melangkah lebih jauh lagi, gue seperti melihat Gaby yang bertubuh sedikit lebih seksi dari sebelumnya. Dia mengenakan t-shirt seksi berwarna kuning dan jeans gemes belel. Rambut brunette­-nya mengkilat disambar cahaya rembulan. Dia lagi berdiri di depan kap mobil Jazz RS silver yang terbuka bersama dengan dua orang cewek. Yang satu memakai celana gemes, yang satu lagi memakai celana jeans panjang.


Ada tiga bidadari lagi benerin mobil, subuh-subuh di Jogjakarta..


“Gandhi?” Panggilan gue kepadanya membuat kedua temannya juga ikut menengok.


“Aaaack, Downiiiii..” Jawabnya antusias.


“Lah, bus pariwisatanya mana? Temen-temen lu yang lain pada ke mana?” Tanya gue lagi.


“Hehe, Gandhi boong kali, Don. Dia bilang ke ortunya mah ada studi banding, padahal sih nggak. Haha.” Cewek yang rambutnya coklat dan juga memakai celana gemes dengan cepat menimpali.


“Hehe, elu jangan bilang-bilang ke Gaby ya. Kalau gue nggak bohong, gue nggak boleh liburan ke sini.” Kata Gandhi.


“Lah, jadi dalam rangka apa lu ke sini, Gan?” Gue semakin bingung dengan ulah tiga cewek yang duilee cakep ini.


“Ya buat main-main aja, Don. Eh, kenalin dulu, ini Yasha dan Nabila.”


Mata gue berjalan menyusuri ujung sepatu hingga poni mereka. Padahal Jogja belum turun hujan sejak tiga hari yang lalu, tapi pelangi sudah muncul di tiap lekuk tubuh Nabila dan Yasha. Mata gue seperti mendapat penyegaran jasmani.


“Hae..” Gue menyambut tangan Nabila dan Yasha yang mengajak berkenalan.


“Eh tunggu bentar, jadi kalian naik mobil dari Jakarta ke Jogja cuma bertiga?” Tanya gue lagi.


“Iya, Don. Kita ini nyetirnya ganti-gantian. Setiap berhenti istirahat, ya gantian. Sebenarnya kita ini lama nyampenya ya karena banyak nyasar  di jalan. Haha.” Dengan cepat Nabila menimpali.


“Dan.. akhirnya tu mobil kepanesan, asepnya ngebul dari mesin. Elu sih Gan, harusnya kita istirahat tiap tiga jam. Malah elu kebut terus..” Yasha menambahkan.


“Yee, kalau nggak gue kebut, nyampe di Jogja si Downi keburu diwisuda. Gimana sih..” Gandhi dengan sigap memotong.


“Iya, gara-gara lo juga Gan, harusnya kita berhenti-berhenti dulu, jadi nggak perlu ganti baju di dalem mobil. Tuh liat, si Yasha sampe ganti pembalut di dalem mobil.” Sergah Nabila.


“Yeee, kayak lo kagak ajaaa.. Lo juga ganti di dalem mobil pas malem-maleeem kann.. Ngaku aja dah lo!” Balas Yasha mantap.


“Ah lo berdua emang udah gilaaa, waktu gue nyetir aja lo berdua meluk-meluk gue. Aturan mah yang gue serempet itu bahu Zayn Malik, lha ini malah nyerempet bahu jalan!” Giliran Gandhi yang memotong.


“Ah elah, waktu gue yang nyetir, lo juga niup-niup telinga gue, Gan! Hih.” Sergah Nabila tidak terima.


“Elo juga Nab, waktu di Cirebon gue tidur kayak ada yang grepe-grepe, itu pasti kerjaan elo kan Nab?!!” Giliran Yasha yang tidak terima.


Gue diam membisu.


Apa yang sebenarnya terjadi di dalam mobil mereka ya, Tuhan??


Aku ingin berada di dalam mobil bersama mereka ya, Tuhan..


Kabulkan doa Downy ya, Tuhan..





bersambung

=====



Share:

3 Komentar

  1. Balasan
    1. Haha namanya juga usaha. Sebab usaha tak akan berkhianat.. 😂

      Hapus
  2. Jadi ini ceritanya apaaaan? Gaby mana Gaby???

    BalasHapus