The Another Handsomology - Emosi versus Logika
Beberapa hari yang
lalu, gue akhirnya berjumpa kembali dengan kue kukus yang satu ini. Dia tampil
makin gahar, ibarat knalpot Thunder yang saringannya dilepas, terus di-blayer
di depan toa mesjid, satu kampung bisa langsung kebakaran. Entah gimana
caranya, pokoknya Bolu ini, keren.
Jambang dan bewok yang
terpampang menghiasi dagu dan pipinya, kali itu tampak sungguh memukau. Sampai
sekarang pun, model rambut gue masih meniru model rambut dia ketika kami masih
menetap di kos yang sama. Kalau pujian ini diteruskan, gue bisa berlari ke
arahnya dan memeluknya. Ah , tidak.
Dia sedang duduk di kursi luar di depan kafe
itu, mengenakan kemeja biru dongker dan celana gemes. Ah, bukan. Celana jeans
berwarna abu-abu gelap. Begitu gue berjalan ke arahnya, tatapannya yang sedari
tadi menunggu gue dihabiskannya dalam iPod, langsung mengarah ke gue. Tangannya
pun turut melambai.
“Ah, kau, sini kau!”
Teriak Bolu.
“Astaga, jadi ganteng
kali kau bang!” Bales gue sambil menirukan logat Pekanbarunya.
Setelah bersalaman dan
beberapa kali melakukan bro fist, atau saling meninju lengan, kami
bersenda gurau. Memori-memori waktu di kosan awal gue kuliah pun kembali
terkuak. Canda tawa dan kekampretannya tak lagi sempat terhindarkan. Bertemu
kembali dengan seseorang yang banyak mengajarkan ilmu kehidupan, saat itu, bisa
jadi kebahagiaan tersendiri.
Bolu, kini dia sudah
bekerja di Pekanbaru. Hebatnya, dia masih setia dengan perempuan yang dia
gandeng di depan pagar ketika kami pertama kali bertemu di kosan itu.
“Masih sama Dina,
Bang?” Tanya gue sambil menyeruput hot chocolate.
“Masih lah dek, aku
nggak bisa lepas dari dia.” Balas Bolu sambil mengepus asap Sampoerna Mild-nya.
“Anjis, itu
udah berapa tahun bang?! Awet banget?”
“Sebentar lagi kami
ingin menikah, kami sudah lebih dari 6 tahun, dek.” Balas Bolu lagi.
“Beruntung lah si Dina
itu, nemuin cowok yang kayang abang, di mana lagi cobak?”
“Ah, asem kau dek. Indak,
aku yang beruntung ketemu dia.”
“Bang, ceritakan lah
sikit bagaimana kau bisa menaklukan cewek secantik Diana..” Tanya gue lagi.
Bolu mengepus asap
rokoknya lagi, cappuccino di samping asbak rokoknya diaduknya kembali, dan
sebentar kemudian dia meminumnya. Bolu pun menceritakannya..
This, the another handsomology from the another
Don Juan..
====
Dina adalah perempuan
yang cantik, dia adalah mahasiswa teknik seangkatan dengan Bolu. Walau sesama mahasiswa
teknik, mereka tidak satu jurusan. Dina adalah mahasiswa teknik arsitektur.
Sebagai mahasiswi yang cantik, tentu saja ada banyak lelaki yang datang membawa
portfolio-nya untuk bisa melamar ke hati Dina.
Normalnya, untuk bisa
menaklukan hati perempuan, lelaki akan melakukan segala cara yang dianggap
dapat menyenangkan perempuan tersebut.
Hal ini juga terjadi ke
gue ketika berusaha mendapatkan hati seorang cewek bernama Murni. Untuk bisa
bersamanya, gue rela nganter dia kemana-mana, gue temenin kemana-mana, bahkan
gue bayarin semuanya. Di awal, itu memang berhasil. Tapi nggak untuk
selanjutnya. Kisahnya pernah gue ceritakan di postingan sebelum-sebelumnya.
Kembali ke Dina,
banyak cowok yang ingin mendapatkan cintanya. Nyaris semua cowok yang deketin
Dina adalah cowok yang tajir. Ganteng, bermobil, bisa bayarin dia banyak hal,
anter jemput kemana-mana, dan masih banyak lagi.
Tapi nggak untuk Bolu.
Bolu nggak punya banyak hal di atas. Walau sekarang dia punya mobil sendiri,
waktu deketin Dina, Bolu adalah seorang pejalan kaki.
“Terus gimana cara
mendapatkan hatinya, Bang?” Gue memotong dengan pertanyaan di tengah ceritanya.
“Waktu itu aku cuma ngajak
dia ke..” Jawab Bolu.
Bolu sadar kalau Dina
banyak yang ngejar dan nyaris memberikan banyak hal yang Bolu nggak punya saat
itu. Akhirnya, Bolu mengajaknya untuk datang ke sebuah konser musik. Anehnya,
Bolu meminta Dina agar tidak datang sendiri, Bolu bahkan memperbolehkan Dina
untuk datang bersama gebetannya.
Bolu berencana bunuh
diri, mungkin.
Ternyata, konser musik
yang diselenggarakan di sebuah kafe malam itu, dihadiri oleh band-nya Bolu. Ya,
Bolu dulunya adalah seorang vokalis dan gitaris. Seorang MC pun memperkenalkan
band akustik yang tampil malam itu, ya memperkenalkan Bolu yang sedang duduk
memangku gitar. Dina pun terperangah, SMS Dina kepada Bolu yang memberitahukan
bahwa Dina telah berada di konser musik itu tak dibalas Bolu. Namun, kehadiran
Bolu di atas panggung itu, telah menjawab semua SMS yang dikirimkan Dina. Bolu
menjawabnya dengan cara seperti itu.
Setelah memperkenalkan
band-nya, sebagai frontman, Bolu pun mulai mendekatkan bibirnya pada mic
di depannya, jari kanannya mulai memetik senar perlahan, dan seraya berkata,
“Lagu ini khusus untuk
seorang perempuan berbaju biru di sana, seorang perempuan yang sangat cantik
sekali malam ini, Dina..”
Intro Lagu “Sempurna” pun dimainkan. Suara bass dan
serak-serak Bolu di depan mic, sukses menyeret-nyeret semua yang hadir di sana. Melihat
eksperesi insecure cowok yang dibawa Dina saat itu, Bolu makin kuat
menyanyikan lagu itu. Bahkan Bolu menyelipkan nama Dina dalam lagu itu.
Cewek mana yang
hatinya nggak terseret-seret ketika dirinya dinyanyikan dengan cara seperti
itu. Tatapan Dina pun berkaca-kaca. Semenjak itu, Bolu dan Dina semakin dekat.
“Persetan dengan para
gebetannya.” Jawab Bolu sambil mengepus kembali asap rokoknya.
====
“Perempun itu nyaris
90% dikuasai oleh emosinya, sedang lelaki itu lebih dari 90% menggunakan
logikanya. Kita selalu berpikir bahwa dengan ngebayarin cewek ini itu, nganter
dia kemana-mana, nemenin dia kemana-mana, atau melakukan sesuatu yang lebih
dari itu, akan mendapatkan hatinya. Padahal belum tentu. Ya, kita memang selalu
berpikir dengan logika, dek.” Tukas Bolu.
“Jadi kita harus
berpikir sesuai emosi kayak perempuan, Bang?” Tanya gue lagi.
“Nggak harus seperti
itu, tapi kita buat mereka menggunakan emosinya ketika berhadapan dengan kita.”
“Ngg, jelasin bang..”
Tanya gue lagi.
Bolu pun menjelaskannya
sambil tersenyum. Harusnya, yang dipanggil Don itu dia, bukan gue. He’s the
Don Juan.
Bolu the Don Juan..
~ WE TALK ABOUT EMOTION
Cewek selalu menggunakan emosi yang mendasari setiap keputusan yang
diambilnya. Setelah gue pikir-pikir, benar kata Bolu, cewek itu selalu tertarik
dengan yang namanya novel, gossip, drama romantis, dan semua hal yang
menyangkut urusan hati lainnya.
KENAPA?
Karena novel dan drama penuh dengan konflik yang endingya sulit
ditebak. Tokoh utamanya mati sebelum sempat mengutarakan rasa kepada
gebetannya. Atau, tokoh utamanya udah duluan diusir bokap kekasihnya gara-gara
ketauan beda agama. Akhirnya mereka harus berpisah, dengan mengubur dalam-dalam
cintanya yang sebesar entah.
Itu nyesek, nyet.
Jangankan cewek, gue
aja nyesek bacanya! Hih.
Lihat juga ketika cewek menghadapi puisi, alunan musik, dan kekonyolan-kekonyolan
yang mengundang tawa, mereka menggunakan hati. Bahkan, mereka kadang juga ngetwit
dengan melibatkan hati. Nggak percaya?
Sama, gue juga kagak.
* Temen gue, namanya Lesmana, dia adalah seorang disc jokey di
sebuah klub malam ternama di pusat kota di Bali. Gue pernah iseng nanya ke dia,
apa saja yang pernah dia perbuat ke para cewek yang hadir di klub malam itu. Dengan
muka-biasa-aja-padahal-buat-gue-itu-mah-nggak-biasa-nyet, dia mengaku
kalau banyak meniduri cewek setelah pulang dari klub itu.
Sederhana, katanya,
sebagai seorang DJ, dia mengendalikan emosi, perasaan, dan gejolak hati
cewek-cewek itu di dance floor. Dan hebatnya, cewek-cewek itu banyak
yang memang cuma one night stand, alias setelah malam itu, yaudah nggak
ada ikatan apa-apa.
* Liat juga para vokalis-vokalis sebuah band, dari yang paling cakep
sampai yang paling kampret, semua dari mereka pokoknya, keren. Yaudah, liat aja
Ariel Noah. Semua cewek tau kalau dia itu, mohon maaf, maaf banget nih ya, bajingan.
Gue yakin kalau mereka juga tau kalau Ariel ini suka meniduri cewek one
night stand – di mana budaya seperti ini nggak lazim di negara Indonesia
yang berbudaya timur. Tapi ya tetep aja, cewek yang dideketin Ariel nggak bisa
nolak.
Apa karena Ariel
ganteng, tajir, atau punya segalanya?! HYA HYA EALAHH.
Tapi bukan itu.
Posisi menentukan prestasi. |
Gue yakin, masih
banyak yang lebih ganteng dan setia dari Ariel, masih banyak
pengusaha-pengusaha yang punya attitude baik ketimbang Ariel, tapi ada sesuatu
yang Ariel miliki dan orang-orang yang gue sebutkan di atas, tidak. Ya, Ariel menguasai,
mengendalikan, bahkan memainkan perasaan-perasaan cewek dari lagu dan suaranya.
Rangga Vs Uchiha Sasuke. |
Okelah lepas dari
Ariel, cobak itu liat Andhika eks Kangen Band. Potongan rambut yang mirip
Uchiha Sasuke dan lagu-lagu melayunya, sukses ngehamilin tiga cewek dalam setahun!!
Uchiha Sasuke eks. Kangen Band. |
Yang ganteng tapi jomblo mah,
lewat..
* Liat juga Dewi Sandra yang ninggalin Surya Saputra untuk pindah ke
pelukan Glenn Fredly. Gue yakin Glenn punya sesuatu yang bikin Dewi Sandra
meleleh. Liat juga Dona Agnesia yang tinggal hitungan hari dinikahi Okan
Kornelius, namun semenjak nge-host acara olahraga bareng Darius Sinathrya,
semuanya sirna. Donna pindah ke pelukan Darius. Atau Britney yang galau sampai
ngegundulin rambutnya karena ditinggal suaminya yang ternyata adalah penari latarnya sendiri.
* Liat juga Babe Chabita – juara satu SUCI 3, pacarnya cakep, nyet.
Coba kita bandingin dengan si Babe, kasian kan ceweknya. (Sorry, Be, becanda,
jangan marah yee). Itu karena Babe punya sesuatu yang bikin seneng cewek itu.
Cowok humoris itu berbahaya. Kata Bolu, “kalau cewek udah sampai ketawa lepas
gara-gara kamu, dia bisa ngelepas semua jarak tak kasat mata yang ada di tengah
kalian.”
Itu juga kenapa gue sering sukses macarin cewek beda agama. Dia ketawa sampai lupa kalau gue dengan dirinya itu sebenarnya tak pernah direstui.
#Jengjengjet
Tau Sherina Munaf? Itu
pernah dipacarin Raditya Dika! Terlepas dari kemapanan dan kesuksesan Radit,
pasti ada sesuatu yang bikin Sherina mau jadi pacar Radit. Bukan faktor muka,
duit, atau mobil, tapi dari momen-momen ketawa bersama yang nggak bisa didapat
dari orang lain. Mungkin itu yang mendasari paham “Kalau udah gagal jadi
cowok ganteng, maka jadilah cowok yang lucu.”
Ternyata, cinta itu membutakan memang benar adanya, cinta membutakan
dengan memainkan perasaan dan emosi perempuan. Ya, cinta buta, sebuah jatuh
cinta dengan cara melihat yang tak kita pahami.
~ EMOSI VERSUS LOGIKA
LOGIKA
|
EMOSI
|
Memberikan segalanya
|
Memberi dikit demi sedikit
|
Cewek yang selalu memutuskan
|
Cowok yang lebih utama
memutuskan
|
Cewek mendominasi
|
Suka nggak mau ngalah dan menang
sendiri
|
Ngasi perhatian begitu besar dan
luar biasa
|
Suka egois
|
Senang memuji cewek
|
Setelah memuji, malah ngetawain
|
Memberi tanpa meminta
|
Menantang dan menyuruh
|
Selalu punya waktu di samping
cewek
|
Menjauh dan mendekat, suka
ngilang terus muncul lagi.
|
Sangat setia, penurut, adem-ayem
gitu lah
|
Rawan selingkuh, suka nyepik
sana-sini.
|
Sebagai cowok, gue juga nggak pernah luput dari cara memandang sesuatu
menurut logika seperti di tabel perumpamaan di atas. Waktu gue jatuh cinta sama
seorang cewek bernama Monika, hampir seluruh isi di tabel sebelah kiri, tentang
logika, gue lakukan. Semua perhatian tercurah padanya, gue selalu berusaha ada
di sampingnya, gue bahkan memujinya pada taraf penyair yang sedang dirundung kangen
berkepanjangan, dan jelas.. semua hal yang gue kira mampu nyenengin dia,
dengan senang hati gue lakukan.
Tapi, semua berubah
ketika negara api menyerang.
Dia justru malah
bertahan dengan seorang cowok yang sering gue potret menggunakan hape saat
menggandeng cewek lain.
Hari itu gue tau,
logika berpikir gue nggak pernah masuk di hatinya.
#dudukDiAyunan #menatapNanarMasaDepan
Ketika gue akhirnya dipertemukan dengan Gaby via jejaring sosial, gue
menyadari bahwa ada yang berbeda dari cerita dengan Monika. Entah kenapa, saat
itu, gue nggak pernah ngasih sesuatu yang berharga ke pacar seperti apa yang
diberikan cowok-cowok pada umumnya. Pokoknya kalau udah ketemu, gue yang akan
selalu menentukan mau ke mana. Ketika dia belanja lama, gue ancem kalau masih
nggak dapet juga bakal gue tinggal pulang. Akhirnya, dia berhasil memilih
sepatu yang padahal cuma beda goceng dari toko sebelah.
Gue juga tetep suka memuji, yang gue akhiri dengan ceng-cengan.
Kalau cowok biasa manggil ceweknya dengan panggilan “beb”, “yank”, atau
lainnya, gue manggil dia dengan “Bravia”. Ya, Bravia adalah jenis tivi paling
datar yang saat itu dikeluarkan Sony. Ya, dadanya datar banget kayak Bravia,
bro.
Gue juga suka manggil dia dengan “Tante Gaby”. Gue pernah iseng main ke
rumahnya pagi-pagi, dan gue menemukan dia di depan rumahnya dengan daster,
rambut dicepol, dan lagi ngerumpi di deket gerobak tukang sayur. Percis benar
kayak emak gue di rumah.
“Ini terong berapaan,
bang?”
“Satunya, lima ribu
mbak.” Jawab mamang-mamang tukang sayur.
“Ahilah, mahal bener
lu masang harga, buat biaya naik haji apa lu?” Tante Gaby lanjut menimpali.
“Duh mbak, emang segitu
harganya, nawarnya dikit aja dah.” Balas mamang-mamang tukang sayur sambil
mengelap keringat pakai handuk di lehernya.
“Berape? Goceng, lima
dah.”
Mamang-mamang tukang
sayur tak menjawab. Negosiasi sengit antara tante Gaby dan mamang tukang sayur untuk
sayur terong itu tak menemukan titik terang. Akhirnya, gerobak sayurnya
ditebalikin sama mamang tukang sayurnya.
====
Dari sekian banyak cewek yang dengan atau tidak sengaja gue kecewakan, Gaby adalah salah satu yang nggak bisa gue lupain. Gue tau kalau semuanya nggak akan pernah kembali seperti sedia kala. Untuk itulah gue menulis semuanya kembali, agar gue bisa kembali ke masa lalu, ke masa itu. Ya, dia adalah salah satu yang menangis karena entah kenapa, pokoknya cuma itu yang gue inget dari kalimat perpisahannya.
Apa karena gue nggak sengaja berhasil menggenggam perasaannya?
=====
Setelah bertemu lagi dengan Bolu, gue semakin sadar bahwa permasalahan
cinta gue sebenarnya sederhana, gue mengejar dan berjuang untuk orang yang
tidak tepat. Gue memaksakan logika berpikir gue yang terang-terangan ditolak
oleh perasaannya.
Yang jago bikin sedih, pasti susah dilupain. Yang jago bikin nangis,
pasti susah dilupain. Yang jago bikin senyum-senyum, pasti susah dilupain. Yang
jago bikin ketawa, juga bakal susah dilupain. Jadi baik sekalian, atau jadi
bajingan sekalian. Yang setengah-setengah nggak akan ninggalin bekas. Yang
nggak bohong dan nggak pernah nyeritain semuanya, juga susah dilupain deng.
Benar kata Bolu, “Jika
kamu adalah lelaki yang berhasil membuatnya tesenyum, tertawa, sedih, bahkan
sampai menangis di satu waktu, sudah pasti kamulah yang akan selalu di hatinya.”
Seni memainkan
perasaan..
3 Komentar
Bang sorry to say nih bang, tapi abang ambil refrensi ini dari artikelnya ronald frank ya? kayak pernah baca gitu gue :/
BalasHapusronal frank itu siapa? Ah iya tah? Itu kan gue cuma nyeritain balik apa yang diceritain bolu pakai sudut pandang gue. bahahaha.
BalasHapussetelah baca blog ini, "gue semakin sadar bahwa permasalahan cinta gue sebenarnya sederhana, gue mengejar dan berjuang untuk orang yang tidak tepat. Gue memaksakan logika berpikir gue yang terang-terangan ditolak oleh perasaannya".
BalasHapus