The Rarest Love?
Gue
masih terdiam sembari menunggu apakah ada notif Watsapp masuk darinya. Satu
jam, dua jam, bahkan sampai kesabaran ini terkikis habis yaitu sampai dengan
dua jam lewat tiga menit, notif yang gue tunggu nggak kunjung datang. Alih-alih
mendapat balasan, centang biru di Watsapp ini pun tidak menunjukkan batang
hidungnya. Pertanyaan paling manusiawi yang terlintas di kepala gue saat itu
cuma satu,
“Dua permen loli milkita setara
dengan berapa gelas susu, sih?”
Ah,
bukan.
“Gue salah apa lagi, sih?”
Perihal
pedekate-in cewek selalu menjadi masalah dan menjadi hal yang nggak pernah
mudah buat gue. Bahkan, gue yang notabene sampai di penghujung 2016 ini
berhasil mengantarkan tiga orang mantan gue ke depan pintu gerbang kemerdakaan,
umm, maksud gue – berhasil membuatnya menikah dengan cowok lain – gue tetep nggak pernah menemukan sebelas bumbu
rahasia bagaimana cara akrab dengan cewek dalam hitungan yang sebentar.
Cara
yang gue pake buat bisa ngobrol enak sama Naya, ternyata nggak berhasil ketika
gue pakai untuk deketin Cintya. Cara yang sukses bikin Cintya ilfil sama gue,
ternyata bikin Clara berani mengutarakan perasaannya sayangnya ke gue – suatu
kejadian di mana cewek akan mikir ratusan kali buat melakukannya (tapi pas seminggu putus terus bobok sama
cowok yang baru, kok cewek cuma mikir sekali, yha?)
Kalau
dibuat statistik, jam terbang gue dalam pedekate ke cewek sungguhlah juara….
harapan. Passing gue akurat, interception gue paripurna, duel udara gue di atas angin. Sayangnya,
lagi-lagi, tim sepakbola yang juara itu dilihat dari jumlah gol yang dibuat,
bukan dari berapa banyak operan yang dilakukan. Ini persis kayak Arsenal yang
mainnya nggak cantik-cantik amat terus cuma bisa finish di posisi empat setiap
tahunnya. Begitu halnya dengan gue.
Acong,
teman gue sedari jaman kuliah, di sela-sela acara nobar bola di suatu kafe yang
lebih tepatnya disebut warung yang kita singgahi bersama, menepuk bahu gue,
“Don,
lo ini terlalu ke-Emyu-Emyu-an.”
“Hah,
maksud lo apaan, Cong? Agama di kolom KTP gue Manchester United, nih. Menghina
Manchester United berarti menista agama. Ah, udah bulan puasa belom sih ni? Gue
tutup juga ni warung.” Jawab gue kesel.
“Bukan
gitu, kisah asmara lo ini kayak cara mainnya Manchester United. Dipenuhi pemain
bintang yang digaji pakai logika tidak sehat, menguasai jalannya pertandingan, tapi
akhirnya cuma seri, ngegolin aja kagak.”
Gue
terdiam dan berusaha mencerna perkataan Acong. “Iya, lu udah jemput sana-sini,
udah bayarin ini-itu, udah telpon-telponan sampe subuh, udah main catur di pos
ronda sama bokapnya, tapi tetep aja lu nggak jadian sama dia.” Acong kembali
menambahkan.
“Njrit!” Teriak
gue dalam hati sambil berbisik kalau apa yang dibilang Acong sebenernya ada
benernya.
What’s happened to me after all?
=====
Relationship is an open tender,
everyone can submit their proposal, so make sure you have an excellent
portofolios. Potongan kalimat dari bit stand up
comedy Muhadkly Acho ini sebenernya sudah menjelaskan apa yang gue lakukan sejak
dari SMA untuk menghidupi hati gue akan kebutuhan cinta. Kerjaan gue cuma satu:
nenteng map warna merah yang isinya CV dan sertifikat-sertifikat prestasi.
Ngelamar kerja di perusahaan orang, ikut fit
and proper test dengan puluhan love-seeker
lainnya, dan gagal di saringan tahap pertama. Kemudian mencoba peruntungan baru
di perusahaan lainnya, lalu gagal di tahap – bahkan belum masuk tahap pertama,
gue udah diusir di depan pintu hatinya. Lalu nyoba lagi di perusahaan cantik
lainnya, kemudiam gitu lagi, gagal lagi, gitu lagi, dan gitu terus sampe
Yonglek ikut eksul tari saman.
Ternyata
nggak mudah diterima di suatu perusahaan. Gue gagal dari satu hati ke hati
lainnya. Terbuang dari satu hati ke hati lainnya. Kadang, gue suka iri sama
cewek-cewek cakep, mereka tinggal duduk manis di singgasana, nyeleksi
cowok-cowok yang berusaha memberi perhatian lebih dengan effort yang begitu
besar untuk bisa dapat satu posisi krusial di hati cewek tersebut. Kemudian
cewek cakep ini tinggal bilang “maaf kita jadi temen aja” ke kontestan yang
dieliminasi.
Dan
untuk gue yang dari sisi packaging aja
masih kalah bagus dari bungkus hadiah chiki, kalimat “maaf kita jadi temen aja”
udah jadi cemilan sehari-hari. Dulu gue pernah dicengin Acong gara-gara makan
mie ayam pake nasi, namun dengan cepat gue jawab, “Masih mending ini cuma mie
ayam, kalimat maaf kita jadi temen aja
gue makan pake nasi kok!”
Semenjak
itu, Acong kalau papasan sama gue di jalan langsung salim.
Sampai
dengan kegagalan-kegagalan gue hari ini,
setidaknya gue mendapati tiga pola percintaan yang pasti kita alami di
hidup yang fana ini..
======
Menurut
gue, seluruh aktivitas jatuh cinta di muka bumi ini, 80%-nya terjadi diawali
dengan cowok yang suka, yang deketin, dan confess
duluan. Semua full service dilakukan
oleh cowok duluan dan cewek tinggal duduk manis dan melakukan seleksi. Enak
banget pokoknya.
Mungkin ini juga alasan kenapa cowok melempem
pas pacaran, karena cowok udah grasa-grusu
dan full effort di depan. Dan gue
rasa ini adalah sebuah sindrom yang diderita banyak cowok. Karena pedekatenya
makan banyak tenaga dan usaha, begitu udah jadian, yaudah, udah menang, udah
dapet trophy-nya. Makanya munculah banyak seminar motivasi tentang bagaimana
membina sebuah hubungan. Bolu juga pernah bilang bahwa untuk hal yang belum
pasti aja, cowok berani dan rela keluar effort yang besar, termasuk pedekate.
Gue
termasuk dalam nominasi pemeran pembantu paling apes untuk skenario di atas.
Layaknya
beauty contest, tentunya gue harus
menjadi kontestan paling bagus di antara lainnya sehingga cewek incaran gue
menjatuhkan pilihannya ke gue. Lalu bagaimana Downy yang amatir ini bisa
memikat cewek? Di sini lah keapesan gue bermula dan tiada berujung..
Ngasih makan egonya setiap hari.
Gue
bahkan nggak tahu ternyata berlaku baik dan istimewa ke gebetan layaknya ratu,
ada efek samping yang nyatanya merugikan gue. Perhatian-perhatian kecil hingga
besar ini ternyata candu buat gebetan atau pacar gue saat itu. Dan apesnya,
perlakuan yang gue berikan, hanya satu arah, nggak berlaku ke gue. Nggak timbal
balik. Ngambek adalah respon yang dia berikan kalau gue nggak bisa ngasih makan
egonya. Apa nggak sedih ketika kamu udah berlaku baik tapi yang didapat cuma
ngambek, ngambek, dan ngambek?
Kok pacaran malah jadi gini?
Gue
selalu introspeksi dan bertanya ke kanan-kiri. Apakah gue yang nggak bisa
bahagiain dia, atau dia yang memang sebenernya nggak butuh-butuh gue amat. Dan
ini kejadian di 3 mantan gue. Mereka semua cantik, embem, dan saking embemnya,
gue harus nahan insekuritas dan jealous karena mereka selalu diincer cowok
lain.
Belakangan
gue sadar, inilah duka-dukanya
menjadi kontestan. Gue yang datengin dia, gue yang deketin dia, dan gue yang mengawali
semuanya. Oleh karena dua hal ini: Gue
yang butuh dan gue yang cinta dia duluan.
Apa resiko terbesarnya?
Sehebat-hebatnya,
sesabar-sabarnya gue, pasti akan ada suatu titik di mana gue nggak mampu
menciptakan rasa butuh yang sama antara kebutuhan gue akannya dengan kebutuhan
dia kepada gue. Inilah fase di mana cowok ngemis-ngemis cinta ke cewek. No bargain position. Gue cinta dan butuh
dia banget, dia b aja ke gue.
Kalau
boleh milih, gue nggak mau lagi ada di fase ini. Tapi sayang, muka berkata
lain. Cowok yang kemasannya kurang menarik dan yang nggak tahan dingambekin, ya
akan selamanya di fase ini.
Selamanya.
Nggak
mau tau, pokoknya gue harus menang Oscar untuk kategori Pemeran Pembantu Paling
Apes 2017.
Nggak akan ada jomlo di dunia ini kalau orang yang kita sayang, sayangin kita balik. Syarat dan ketentuan berlaku* |
CEWEKNYA YANG SUKA
DULUAN TAPI CUMA NGASIH KODE AJA
Kalau
cowok yang mulai duluan itu terjadi sebanyak 80%, mungkin kejadian cewek yang
suka dan mulai duluan itu sebanyak 15%. Sayangnya, rasa suka dan tindakannya
nggak langsung keliatan. Mereka ngasih liat rasa sukanya melalui sandi morse
dan bahasa sansekerta. Pake kode.
Hih.
Entah
harus dengan teori apa menjelaskannya, semakin cakep seorang cewek, kemampuan
bermain kodenya akan semakin lihai dan rumit. Sebenernya Alan Turner di film
Imitation Game itu mau bikin mesin buat
membaca mau perempuan, tapi setelah bekerja keras dia malah, “Lah anjir, ini
ngapa jadi komputer gini? Yaudah lah ya, gapapa gua jadi gay aja.” Itulah
kenapa sekarang kita punya mesin canggih bernama komputer, tapi nggak pernah
ada satupun mesin yang diberi nama, mesin
pembaca mau perempuan.
Gue pun juga berusaha membaca mau perempuan.
Setelah belajar cukup lama, akhirnya bisa gue gambarkan seperti ini, “Gue ini suka sama lo, tapi gue nggak sudi
mulai duluan, helllloooowh gue cewek cakep masa mulai duluan?? Lo pake rok aja bisa
kali cyiiiiin..”
Gitu.
Bagi
cewek, selain perasaan, gengsi juga harus dijaga.
Resiko
terbesarnya bukan ada di cewek, melainkan di cowok. Kok bisa? Nah, keapesan gue
ternyata masih terus berlanjut. Waktu akhir semester 1, gue baru sadar ternyata
Fardhani menyimpan perasaan ke gue. Sungguh malang nasibnya. Kode-kode yang dia
kasih saking alusnya, cuma bikin gue, “Et
yak, ini cewek ngapa dah? Abis kejedak di kamar mandi lu, yak?”
“Kamu
udah aku kasih jawaban ujian matematik nomor 1 sama 4, masih nggak sadar juga?”
Tanyanya sambil keheran-heranan.
“Lah,
itu kamu ngasi jawabannya aja salah, kita berdua kan dapet nilai 30. Haha!”
Jawab gue sambil cengengesan.
“At least kan aku ada upaya bantuin kamu!”
Bales dia lagi nggak terima. “Terus kemarin laporan Biologi kamu juga aku
bantuin kan. Itu masih nggak bikin kamu sadar?” Tambahnya lagi.
“Iya
makasih ya, kamu bikinin covernya aja kan tapi.” Bales gue lagi.
“Ya
ampun, kamu bahkan untuk hal kayak gitu aja nggak peka! NGGAK P-E-K-A!! Dasar
PHP!!!” Jawabnya sambil pergi ninggalin gue.
“Wah,
bener ni abis kejedak di kamar mandi,
jadi gesrek gini..” Bisik gue dalam
hati.
Itu
kali terakhir gue dibantuin ngerjain tugas kampus, besoknya dia nggak mau
bantuin lagi.
See?
Apa
resiko terbesar kalo kode yang cewek berikan nggak sesuai dengan keinginannya?
Ya, selamat, kamu dapat dua gelar baru.
Dr.
Downy, PhP., GAPEKA.
CEWEK YANG SUKA DULUAN
DAN NEMBAK DULUAN
Oke,
nggak ada. Cewek ngejar dan nembak duluan itu cuma cerita rakyat. Besok kalau
gue udah jadi Bapak, dongeng yang mau gue ceritain buat nemenin bobok anak gue
ya itu, cerita bahwa ternyata ada cewek di muka bumi ini yang berani suka dan
nembak cowok duluan.
Bagi
cewek, selain hati, gengsi juga harus dijaga.
Gue
cuma bisa duduk di ayunan sambil menatap nanar masa depan. “Tau gini ceritanya, gue balik dagang duku
aja lah..” Bisik gue dalam hati. Sampai pada akhirnya gue udah terbiasa
bahwa yang namanya cowok ya pasti bakal diginiin. Pasti bakal ngejar-ngejar,
kalau bisa sampe ngemis. Namun, ternyata gue salah.
Dan
apesnya, gue sadar ini di belakang. Ketika gue udah move on dari satu cewek ke
cewek lainnya, akhirnya gue menemukan bahwa ada satu hal yang berbeda. Yang sampai
sekarang selalu gue cari-cari, yang bahkan nggak gue temukan di pacar yang
baru. Satu hal yang dulu sama sekali nggak gue sadari.
THE RAREST LOVE?
Dari
berbagai pengalaman tersebut, gue sadar, bahwa gue yang jatuh cinta duluan. Gue
yang memulai duluan. Gue yang berusaha membuat dia memiliki kebutuhan yang sama
seperti kebutuhan gue akan dirinya. Selalu seperti itu. Harus gue yang kena fit and proper test di depan. Harus gue
yang kena seleksi masuk. Barang siapa yang butuh duluan, maka dia yang harus
inisiatif duluan, gue yang harus usaha duluan.
Tapi
itu nggak terjadi ketika gue mengenal Gaby.
Saking
langkanya kejadian ini, membuat gue nggak sadar sama sekali bahwa inilah yang
sejatinya disebut jatuh cinta. Ketika dua orang jatuh cinta bersamaan. Bukan gue
duluan, bukan dia duluan. Ketika gue melihatnya dan bilang, “She is the one..” di saat yang
bersamaan, dia juga menatap gue dan berkata, “Yeah, he is the one.”
The rarest thing.
Gue
masih inget betul kali pertama tatapan kami bertemu di Gramedia PIM 1 sore itu.
Ketika mata kami bertemu, ada berjuta kalimat rindu yang sulit dijelaskan. Gue
seperti berkaca dan melihat diri gue sendiri. Gue memejam mata dan melihat
sosok yang sangat ingin mencari rumah untuk pulang – gue sendiri. Begitu gue membuka mata, sosok
itu adalah Gaby. Tatapannya persis jatuh di depan mata gue, dan dia menggigit
bibirnya pelan.
Kami
sudah saling jatuh cinta sejak kami masih berwujud potongan-potongan chat di
inbox dan wall facebook. Ketika sudah ada kata saling di antara dua orang, maka jatuh cinta happens effortlessly. Dia menjawab chat pertama gue layaknya orang
yang sudah saling mengenal separuh usia. Ketika akhirnya kami bertemu, gue langsung
bilang di depan, “Kamu adalah potongan-potongan yang hilang dari tubuh ini,
sudah saatnya kamu kembali dan jangan pernah mencoba untuk hilang yang kedua
kali.”
Namun
seperti yang sudah-sudah, gue kembali kepada kebiasaan normal, yaitu
menunjukkan portofolio terbaik yang
gue punya. Mental kena fit and proper
test ini udah mendarah-daging. Namun, bukannya menyeleksi kelayakan gue,
dia malah melakukan hal yang sama. Karena dia juga sudah di depan merasakan hal
yang sama. Jatuh cinta. Dia nggak perlu ngetest seberapa besar cinta gue untuk
meyakinkannya, karena sebelum itu terjadi dia udah jatuh cinta.
Gue
bahkan nggak keluar uang banyak untuk membiayai kencan. Sebuah hil yang mustahal terjadi di belantikan
pacaran anak muda. Sekali lagi, karena dia yang merasa bahwa dia yang jatuh
cinta duluan. Dia ingin sekali membuktikan bahwa dirinya ini sayang dan ingin
gue menerimanya. Dia berusaha mengambil semua bill yang datang.
Namun
sayang sekali, usahanya sia-sia. Karena sebelum dia melakukan itu, gue udah
jatuh cinta duluan. Gue udah melakukan apapun yang ingin dia lakukan duluan.
Ribut-ribut
kami pun elegan,
“Pokoknya
aku duluan yang sayang sama kamu.” Tegasnya.
“That’s cute, kamu bahkan nggak pernah
tau kejadian sebelum kamu sayang sama aku, aku udah duluan melakukan itu.”
Jawab gue.
“How rude, you know nothing about
love, mine come first years before you said love to me.”
”Oh hold on, young girl, hold on, when
God creates you, He creates me first. Dia ciptakan aku lebih
dulu darimu. Dan tidak hanya itu, Dia tidak hanya menciptakan aku lebih dulu,
Dia juga menciptakan aku sudah dalam kondisi mencintaimu.” Jawab gue pelan.
“You talk too much my little sweet-foxy
talker, even all of your poetic words are just a low tier compared against
rasa inginku memilikimu..’ Jawabnya tegas.
Belum
sempat terlintas di kepala kalimat untuk menjawabnya, bibir kami sudah
berpelukan satu sama lain. Cinta yang tak selesai dengan perkataan, harus
dituntaskan dengan bibir yang melumat satu sama lain.
I think that is the rarest love,
ever.
======
Mungkin
masing-masing dari kita mendamba cinta tersebut, yang happens effortlessy, yang cuma bisa bikin kita bilang, “Kenapa baru sekarang?”
Gue
juga.
Gue
butuh the rarest love terjadi untuk kali yang kedua..
2 Komentar
Ini kenapa kisah cinta lu apes semua sih, bang? heran gue. Menurut gue abang udha bener, cm cewek yg abang pacarin, itu ga tepat. Coba cari varian baru gt jangan sebatas cewek2 kantoran pake sepan mereceut kwkwkw
BalasHapusKira-kira putus sama gaby kenapa ya?
BalasHapus