Balada Unfollow Twitter


Dari kemarin kok tumben ada banyak yang mention gue untuk banyakin nulis di blog. Oke, belakangan ini gue memang terkendala banyak waktu untuk meluangkan menulis di blog. Gue udah terlanjur men-deadline diri gue sendiri untuk menyelesaikan naskah, yang notabene adalah perbaikan naskah, yang ditolak sebuah penerbit besar, di bulan Juli kemarin.

Semenjak penolakan itu, gue sadar, bahwa perempuan bukanlah nomor satu dalam hal membuat sakit hati.

Gue pun termenung menatap akuarium, memandangi ikan-ikan yang berenang kesana-kemari dengan bebasnya.

Oke, lupakan.

Hari ini gue mau ngebahas hal yang klise, hal yang setiap hari pasti ada aja yang bahas, dan walau sudah tau, tapi tetep aja ada yang emosi dan main drama, di Twitter.

Ya, balada unfollow Twitter.



Tapi bukanlah Downy kalau tidak membahasnya dari sudut pandang yang lain. Hehe, mari kita lihat, seberapa sotoy kah gue hari ini.


=====

Orang yang emosi ketika di-unfollow pasti ada sebabnya. Entah karena melihat berkurangnya jumlah follower atau merasa kehilangan fans, hanya orang yang di-unfollow yang benar-benar tau alasannya.

Ketika melihat drama tersebut, di pikiran gue cuma satu: “Bagaimana mencegah terjadinya dramatisasi unfollow?”

Mungkin ini pertanyaan yang cukup sulit untuk dijawab. Tapi gue pernah ngebaca survey di internet, yang menurut gue rada nggak penting, tapi menjadi penting karena gue sempet mengangguk dan bilang, “anjis, iya juga ya.”

Ya, orang Indonesia terbiasa disuguhkan drama. Pemikiran sederhana gue jadi gini: bawalah suatu masalah kecil di timeline, lalu dramatisasikan, dan warga Indonesia akan melihatnya sebagai sebuah masalah besar, dan Avra kedavra... jadilah sebuah trending topic.

Ini keren banget.

Sebelum gue membahas kenapa orang di-unfollow itu bisa emosi, gue juga kembali mencuatkan pemikiran lain. “Kalau nggak mau di-unfollow, ya nggak usah minta folbek, ya nggak usah follow sekalian. Stalking aja.”

Beres khan?

Gue kira bakal selesai, ternyata belum. Gue harus memandang hal ini dari sudut pandang yang lain. Gue harus kembali bertanya, “Untuk apa sih kita follow orang yang bahkan kita belum kenal?”

Berikut adalah jawaban yang paling sederhana dan paling masuk akal:


1. Untuk nambah teman

Ya, nggak ada yang salah dari alasan di atas. Bahkan gue pernah liat ada selebtwit U-21 yang ngetwit, “Kalau ada orang yang following-nya nggak sampe 100, nggak usah di-follow, dia nggak akan folbek, dia nggak mau nambah teman.”

Ya, kalimat di atas sangat menegaskan arti pentingnya sebuah following untuk menambah pergaulan dan teman. Yang jadi dramanya adalah, ya kalau di-folbek, kalau nggak?


2. Memperbesar chance untuk terkenal dan menjadi selebtwit

Ada banyak yang suka gerah denger yang namanya selebtwit. Ya, gue bisa mengerti kenapa mereka bisa punya anggapan seperti itu. Selebtwit itu follower-nya banyak, kecendrungan bales mention itu kecil, kecuali sesama selebtwit. Nggak heran kalau banyak yang bilang selebtwit itu sombong. Walau gue tau itu salah, tapi gue nggak mungkin nyalahin mereka. Itu opini mereka. Bagi gue, mereka cuma jealous, mereka juga sebenarnya pengin juga jadi terkenal. Tapi begitu gue cek TL-nya, ya gitu, mereka memaki-maki orang, ngeluh di TL, dan masih banyak lagi. Dan itulah kenapa mereka sering caper, mereka suka mention dengan makian, tujuannya ya supaya di-RT selebtwit itu, terus follower-nya si selebtwit bisa follow orang itu.

Agak not make a sense, memang.


3. Untuk stalking doang

Ini sampai sekarang menjadi pertanyaan buat gue. Ada orang yang udah follow, tapi nyapa aja nggak pernah. Ya, diem aja, asik dengan twit sendiri. Ya nggak ada yang salah sih, tapi kalau udah saling follow tapi nggak saling menyapa, rasanya agak aneh. Mungkin tujuan dia follow cuma buat nambah referensi ngetwit.

It’s okey..


4. Twitnya mewakili perasaan hati

Ini terjadi pada semua orang yang mampu ngetwit sekaligus mewakili perasaan banyak umat patah hati dan umat yang tengah dirundung cinta. Twitnya RT-able, dan menuai banyak fav dari umat se-timeline. Nggak heran orang-orang yang diberkahi kemampuan ngetwit di atas rata-rata ini di-follow banyak orang.


5. Untuk dicopas

Nah, ini motif nge-follow yang paling kampret, yang pernah gue temukan, ever. Jadi, ada loh orang nge-follow sebuah akun hanya untuk dikopas twitnya. Lalu dengan rasa bangga bahwa yang ditwit adalah twit miliknya. Jika konsisten, maka lahirlah seleb baru di Republik Twitter Indonesia. Belum sampai di situ, ngopas twit hanyalah sebagai permulaan. Jika pemilik asli twit nggak pernah gusar kalau twitnya dicopas, maka sang pengopas merasa candu. Candunya akan naik dosisnya tidak hanya sebatas twit, dan dari sinilah asal muasal ngopas blog, ngopas instagram, ngopas soundcloud, dan ngopas karya-karya lainnya.

You know, plagiarism itu tabiat. Ya, kebiasaan yang sering dilakukan.


6. Avatarnya ganteng atau cantik

Mungkin ini alasan gue yang terakhir, yang gue jadikan alasan paling masuk akal kenapa kita harus follow orang yang bahkan kita nggak kenal. Selain menambah teman tentunya, avatar yang baik dapat menciptakan kerinduan mendalam bagi seseorang yang memang kasmaran. Entah kasmaran macam apa, pokoknya avatar yang baik pasti menimbulkan perasaan untuk ngezum lagi, lagi, dan lagi di setiap harinya.

Dan ini telah teruji pada semua cewek yang memasang ava no bra di #AvatarNoBraDay. Follower mereka mengalami kenaikan yang signifikan.

Now, it’s make a sense.


=====

Setelah sukses membeberkan kesotoyan gue tentang kenapa kita bisa follow orang yang nggak kita kenal, ini adalah saat yang tepat untuk menjelaskan fondasi-fondasi berpikir gue di dramatisasi unfollow.

Kenapa orang yang di-unfollow bisa emosi dan nggak terima?

Padahal kan cuma Twitter?

Kenapa setelah di-unfollow akan muncul twit nomention bernada nggak terima setelahnya?

Kenapa begitu tau di-unfollow, ada orang yang langsung buru-buru unfollow orang yang nge-unfollow dia?

Tentu jawabannya akan sangat banyak, karena ini adalah soal psikis.


* Tapi gue akan coba menjelaskan dengan sangat sederhana. Jadi gini, ada jibunan hal yang ditakuti oleh manusia. Dan gue bertaruh, takut tidak dibutuhkan atau tidak diingankan adalah runner up-nya. Ya, sebuah hal yang paling ditakuti oleh manusia, nomer dua.

* Walau semua tau, unfollow bukanlah sebuah harga mati untuk memutus tali pertemanan, tapi unfollow adalah sebuah bentuk pernyataan secara tidak langsung tentang, “tidak dibutuhkan lagi di TL”. Inilah mengapa twitter nggak memberi fasilitas notifikasi ketika ada orang yang unfollow. Ya, karena yang namanya tidak dibutuhkan akan selalu terjadi diam-diam. Tau-tau pergi begitu saja tanpa pamit, tanpa notifikasi.

* Jika TL diibaratkan kehidupan sehari-hari, maka unfollow dapat dibilang “tidak diikuti atau tidak diinginkan lagi di kehidupan sehari-sehari.” Dan ketakutan manusia nomer dua adalah, takut tidak diinginkan atau tidak dibutuhkan. Wajar jika mereka akan merasa kesal, mereka merasa tidak diinginkan di TL, dan tentunya langsung berbalik unfollow orang yang nge-unfollow dia.


Walau kita semua udah tahu bahwa adegan-adegan drama saat diunfollow itu nggak baik untuk kesehatan, tapi toh tragedi sederhana ini tak pelak dapat dipungkiri kita semua..


Gue nggak sotoy khan? :p>



Share:

1 Komentar