Kelas Kakap The Last Chapter

KELAS KAKAP last chapter


Seperti yang gue udah pernah tulis di blog sebelumnya, yaitu tips sukses kencan, gue juga berhasil membuat dinner kami yang kebetulan berlangsung masih agak sore menjadi luar biasa. Gue terus-terusan menjadi playmaker atau pemain tempo suasana. Ketika itu, gue menjadi pemegang conversation. Gue terus membuat Gaby menceritakan tentang dirinya maupun hidupnya. Dari situ gue pun bisa mengenalnya lebih jauh, jauh, dan lebih jauh lagi. Kali ini nggak sekedar lewat pesan singkat atau suara yang kadang kresek-kresek terhalang hujan, karena kali ini lebih spesial. Yeah, kali ini ada tambahan senyuman eksotisnya yang gue nggak pernah ketemukan sebelumnya.

Manis banget..

Sampai-sampai hangatnya pembicaraan kami, dia pun lebih memilih memandang dan berbicara ke gue ketimbang mengunyah makanannya. Ini adalah contoh playmaking yang sempurna. Gue tanpa disengaja berhasil mengalihkan fokusnya untuk dihabiskan dalam tatapan gue. Sama halnya dengan gue, tanpa disadari gue berkali-kali tersesat dalam tatapannya.


“Ketika aku dan kamu saling merelakan diri untuk tersesat dalam tatapan, diam-diam kita sebenarnya sedang merencanakan kisah cinta..”


Makanan Gaby nggak habis. Akhirnya nasi gorengnya dia bawa pulang. Tapi nggak buat gue, pisang coklat gue bener-bener abstrak untuk bisa dibawa pulang. Gue hanya mengaduk-ngaduk pisangitu ketika tersesat dalam tatapannya. Benar-benar pisang yang malang..

Akhirnya malam pun menjemput. Karena ini adalah kencan pertama gue sama dia, nggak enak banget kalo harus pulang malem-malem. Apa kata ketua RT ntar..

Sewaktu di jalan kami diem-dieman. Entah karena kehabisan topik, entah karena takut saling menatap. Gue bener-bener curiga sama Gaby, hipotesis awal gue mengatakan kalo dia itu berasal dari clan Uchiha. Dia punya genjutsu Tsukuyomi dimana orang yang menatap matanya akan terperangkap, terjebak, dan tersesat dalam cinta. Itulah alasan gue nggak natap matanya sewaktu nganterin dia pulang. Bisa nabrak ntar..

Dramatis..

Mungkin karena kerinduan yang begitu mendalam, atau mungkin gue lupa jalan pulang dari rumahnya, setelah nganterin Gaby pulang gue nggak langsung pergi dari situ. Sekali lagi gue memegang tangannya demi mencegah dia masuk lebih jauh kedalam rumahnya. Disaat-saat seperti itu gue justru ingin bersamanya lebih dekat lagi.

 Jam menunjukkan pukul 22.49..

Dikomplek rumahnya bener-bener sepi..

Saat itu hanya lampu jalan yang menerangi kami berdua..

Lampu jalan itu tepat menyorot ke arah kami.

Tiupan angin malam datang mencoba menyapa kami ditengah kesunyian..

Sambil terus menggenggam jemarinya tepat didepan gerbang rumahnya, gue diam membisu ditengah hening malam dan ditengah dekapan tatapannya..




Dan sekarang pukul 22.54..
“Gaby, kamu mau nemenin aku untuk waktu yang lebih lama..?” angin malam pun mencoba menyamarkan suara.




Pukul 22.55.
“Semua wanita bisa kok kalo hanya untuk nemenin kamu”




Pukul 22.56.. sayup-sayup terdengar suara Adele yang melantunkan “Lovesong”..
“Aku jauh-jauh tidak sekedar memintamu untuk menemaniku.. Aku ingin.. aku ingin... a-k-u ...”



Pukul 23.56..
“Kamu ingin apaa..?” Gaby berbisik pelan.



Pukul 23.57..
Gue pun makin mendekat untuk bisa tepat berbisik ditelinganya.
Aku ingin.. aku ingin.. aku ingin kamu menjadi kekasihku..”



Pukul 23.58..
Dia tak menjawab sepatah kata pun.
Suasana pun menjadi semakin hening..




Pukul 23.59..
Tiba-tiba tangannya pun memeluk, sambil menyandarkan wajahnya di dada gue, dengan sedikit terisak dia menjawab.
“iya.. iya.. kamu jangan merasa jauh lagi dari aku. Jangan.. aku butuh kamu..”


Lantunan suara Adele pun semakin kencang..



Pukul 23.00
Hujan pun turun entah darimana.
Kami masih terenyuh dalam pelukan..
Bahkan hujan tak mampu menyudahi pelukan kami..




Tepat pada tanggal 23 dan pada pukul 23.00, tepat di bawah sorot lampu jalan dan sapaan hujan, kami memutuskan untuk jadian.



Kelas Kakap, TAMAT.



Share:

1 Komentar