Om Telolet Om dan Miniatur Perjalanan Jatuh Cinta
“Ternyata, tahun 2016 punya punchline-nya
sendiri.”
Itu
yang terbersit di kepala gue ketika dua hari ini dihebohkan oleh,
OM TELOLET OM.
*face-palmimg*
*cry in javanese*
Apa
sih sebenernya om telolet om ini
sampai popularitasnya yang dalam hitungan hari bisa meroket bagaikan bigot
agama yang tumbuh sporadis layaknya jamur di musim hujan? Om telolet om ini adalah hal yang sangat teramat sederhana – walau
seringkali nampak ngga ada faedahnya – namun
dapat dengan mudah memberikan senyum dan tawa.
Ini yang terjadi di grup Line gue dua hari yang lalu. Dan sampai hari ini, itu belum abis-abis gue scroll sampe ke bawah. Huhuhu. |
Om telolet om ini cuma minta supir truk atau supir bis malem supaya
mainin klaksonnya, kalau si supir mainin klaksonnya, anak-anak bersorak-sorai
riang gembira. Kalau sang supir memilih untuk tidak koperatif, sang supir akan
dikucilkan oleh masyarakat sekitar. Ah bukan, sang supir dapat terus melaju
demi mencari nafkah untuk keluarganya.
Tapi
buat gue, kadar nggak jelasnya tuh percis kayak kadar ghoror-nya bapa-bapa nyirem air got ke jalanan sore-sore. Kurang
dapat dimengerti visi dan misinya. Sampai pada akhirnya ada satu hal yang bikin
gue senyum: supir busnya mainin telolet-nya di luar pakem normal.
Ada yang
sampe niruin irama ibu kita kartini,
ada juga yang niruin irama susu murni
nasional, ada juga yang niruin irama aipama. Ada juga yang udah nge-chat
panjang-panjang tapi cuma centang doang. Di sini ada indikasi bahwa sang supir
bus juga menikmati aksi om telolet om
ini.
LEBIH DARI SEKADAR TELOLET
Setelah
gue menonton lebih banyak tayangan video, partisipasi orang-orang mancanegara,
dan raut wajah bahagia teman kantor gue yang turun ke pinggir jalan cuma untuk
di-telolet-in, (gue juga ikut
nemenin, dan kok gue juga ikut girang), tiba-tiba
gue seperti menemukan hal yang luar biasa dari om telolet om ini:
Telolet
adalah miniatur perjalanan jatuh cinta.
======
#1
Telolet adalah miniatur perjalanan jatuh
cinta: bahwasanya cinta datang begitu sederhana.
Pernahkah
kita benar-benar berkata bahwa cinta datang begitu sederhana? Pernahkah
bersusah payah mengejar seseorang yang nyatanya semakin dikejar semakin tidak
ada? Pernahkah duduk diam, berhenti mencari, namun malah menemukan?
Gue
pernah.
Telolet-teloletan
ini bukanlah barang baru, ini sudah lama dimainkan anak-anak yang rumahnya di
pinggir jalan tol pantura. Mereka berbahagia dengan sesuatu yang gue anggap
remeh-temeh. Pun sama halnya dengan gue, mengejar yang tak ingin dikejar,
memberi perhatian pada yang tak ingin diperhatikan, berjuang untuk yang tak
ingin diperjuangkan, dan.. bersusah payah mencari yang sejatinya tak ingin
ditemukan.
Abang
lelah, dik.
Sampai
pada akhirnya gue duduk diam, memejam, dan memutuskan untuk berhenti mencari. Sesaat
setelah membuka mata, gue sadar, bahwasanya berhenti mencari adalah cari lain
menemukan. Gue menemukan dirinya yang sebenarnya tidak lain dan tidaklah bukan
adalah orang yang selama ini telah ada di dekat gue, dan gue anggap remeh.
Gue
seperti bocah kecil yang kegirangan mendapat balasan sederhana dari supir bus, yaitu
telolet.
Gue
seperti ingin curhat dadakan, “Anjir
gue ke mana aja, selama ini dia tuh sayang sama gue, tapi malah gue pandang
sebelah mata.”
Hari itu gue jadi mengerti kuatnya sesuatu yang datang dari cara
yang sederhana: Jangan main-main dengan
seseorang yang tahu betul bagaimana membuatmu tersenyum, tertawa, bersedih,
menangis, dengan cara yang sangat sederhana.
Om
telolet om..
Om,
cintai aku dengan sederhana, om..
======
#2
Telolet adalah miniatur perjalanan jatuh
cinta: bahwasanya cinta adalah simbol dari rasa saling.
kalau kelaminmu belum bilang
kelaminku
kuterjemahkan kelaminku ke dalam
kelaminmu,
walau masing jauh,
yang tertusuk padamu
berdarah padaku.
Cuma
penggalan puisi dari Sutardji Calzoum Bachri itu yang terlintas di kepala
sesaat setelah gue tersenyum melihat gelak tawa teman gue yang mendapat telolet dari bus malam Kramat Djati.
Cuma
senyum dan sedikit tawa yang bisa gue tunjukkan ketika menemukan temen gue bisa
bahagia dengan cara yang amat sederhana ini.
Betapa contagious-nya orang yang sedang tersenyum dan berbahagia. Senyuman
seperti menciptakan rasa saling di
antara kami. Bahkan, untuk orang kayak gue yang nggak peduli dan nggak ngerti
di mana letak lucunya om telolet om
ini, sore itu gue berbahagia.
Hanya
karena dia tersenyum, gue jadi ikut bahagia. Hanya karena dia bersedih, gue
turut menderita. Hanya karena dia yang tertusuk, gue yang ikut berdarah. Hanya karena
dia yang terjatuh, gue yang sama-sama merangkak untuk bangun sekali lagi.
Sore
itu, gue jadi kembali diingatkan, bahwa bukanlah cinta jika tidak membawa rasa saling di antara kita.
Telolet,
sekali lagi, menyadarkan gue dengan cara yang amat sederhana, bahwasanya cinta
adalah simbol dari rasa saling, bahwa yang tertusuk padamu, berdarah padaku.
Jika
dia nggak merasakan bahwa kamu khawatir saat dia nggak ngabarin,
jika
dia nggak merasakan betapa hancurnya kamu yang udah nge-chat panjang-panjang
tapi dibales dia cuma pake emot,
jika
dia nggak merasakan bahwa semua nomensyen kamu di twitter, di path, di status
BBM itu adalah untuk dia seorang,
jika
dia nggak merasakan bahwa betapa berantakannya hatimu pas dia udah
ngacak-ngacakin rambut kamu tapi dia nggak ngajak pacaran,
jika
dia nggak merasakan betapa porak-porandanya hatimu pas dia udah nyium keningmu
tapi dia masih aja suka ilang-ilangan,
itu
bukan cinta.
tiada
rasa saling di antara kalian..
Udah,
tinggalin aja.
Om telolet om.
=======
#3
Telolet adalah miniatur perjalanan jatuh
cinta: bahwasanya cinta dan benci adalah sedekat jantung dengan detaknya.
Cinta
yang suka datang tiba-tiba ini, yang suka datang dengan cara yang sederhana dan
kita luput sadari ini, cinta yang entah kita tidak sadari diam-diam menciptakan
rasa saling di antara kita ini, ternyata acapkali datang tidak sendiri, namun
berdua dengan sahabat sejatinya: Benci.
Bolu,
salah satu teman baik gue pernah menepuk bahu gue di sela-sela kesedihan yang
gue derita karena diputusin pacar, “Apa lawan kata dari cinta, Don?” Tanyanya.
“Benci,
kan? Buktinya dia pergi ninggalin gue gara-gara gue lupa kalau hari ini adalah anniversary kami yang kedua minggu.
Pasti dia benci kan sama gue?” Jawab gue dengan pandangan kosong ke
langit-langit kamar.
“Bukan.”
Dengan satu isapan rokoknya, “Lawan kata cinta bukan benci, tapi kepercayaan.
Lo bisa artiin kepercayaan di sini sebagai rasa saling percaya, ataupun
kepercayaan sebagai agama atau keyakinan. Karena dua-duanya sudah teruji klinis
mematikan banyak cinta anak manusia.”
“Anjay.” Bisik gue dalam hati.
“Benci
itu bukan lawan dari cinta, justru dia adalah sahabat sejati, dia adalah punggung
dari dada empuk saat kau memeluk perempuan, dia adalah detak dari jantung yang kau
rasakan berdenyut hari ini.” Tambahnya lagi setelah satu embusan asap rokok
dari mulutnya.
“Gimana-gimana,
Bol?” Gue rada bego nih kalau abis diputusin gini.” Balas gue sambil menggaruk
kepala.
“Sederhananya,
cinta dan benci cuma sedekat jantung dengan detaknya.” Imbuhnya kembali.
Dan
lagi-lagi, telolet seperti membawa gue
kembali ke percakapan Bolu tersebut. Ketika gue melihat begitu banyak keriaan,
kesenangan, kebahagiaan yang ditimbulkan oleh telolet, di saat yang bersamaan, gue juga harus siap menerima sahabat sejatinya cinta, yaitu benci.
Ada
banyak yang nggak suka dan muak terhadap telolet. I’m done with this fukkenlet.
Contoh pandangan berbeda terhadap telolet dari beberapa tweet tokoh masyarakat. |
Dan
pada dua hari yang sama, yaitu dua hari yang membuat telolet mendunia, dua hari
itu menjadi ajang debat dan twitwar telolet.
Banyak yang muak karena om telolet om ini di-spamming ke semua komen sosial
media. Bahkan ketika ada yang nge-post untuk membantu korban bencana alam,
komen yang membajiri postingan tersebut adalah, om telolet om.
Selain
karena spamming, banyak orang muak terhadap telolet ini disebabkan karena
mereka nggak nemu di mana lucunya. Ini persis bingungnya kayak jomlo yang ditanya
kenapa nggak punya pacar, ya karena nggak nemu di mana jodohnya.
Gue
juga sebenernya nggak nemu di mana lucunya, tapi telolet menyadarkan gue banyak hal..
Bahwasanya
ada begitu banyak cara untuk berbahagia, dan terkadang kita selalu mencari yang
paling sulit, sehingga ketika ada orang lain yang bahagia dengan cara yang sederhana,
kita jadi judgmental dan menetapkan
standar sulit kita pada mereka.
Bahwasanya
cinta datang sepaket dengan benci, di saat kita melihat ada orang yang
berbahagia, di saat yang bersamaan kita juga akan melihat hal yang sebaliknya. Di
sanalah kita melihat jatuh cinta bekerja. Ia menghasilkan kebijaksanaan.
Dari
telolet gue kembali diingatkan,
Jangan persulit dirimu untuk
berbahagia, dan jangan juga kebahagiaanmu mempersulit orang lain.
Om telolet om,
om anak cewenya bisa kali om..
Tags:
Filosofi kacang
3 Komentar
Bang sering2 laah bikin tulisannya. Isinya bagus ko, yaaa walaupun ane harus baca beberapa kali supaya paham sama isinya 😂. (boong deng, anenya aja sih yg bego 😅)
BalasHapusHahaha makasih yaa
HapusHahaha makasih yaa
Hapus