Setan Murtad
Sebenarnya,
gue nggak begitu demen kalau diajak nonton film serem. Bukannya gue cemen
karena takut ngeliat hantu, tapi gue nggak suka aja dikaget-kagetin pake muka
serem dari hantu. Ngeselin. Kenapa harus ngeliatin muka serem kalau cuma buat
ngagetin? Padahal, gue pernah dikagetin pakai muka yang cantik. Dan kagetnya pun
bahkan udah bercampur sama nyesek.
Iya,
pernah waktu itu gue deket sama cewek cantik, udah cukup lama gue deketin dan
udah banyak juga duit keluar buat membiayai proses pedekate ke dia. Gue saat
itu udah kayak om-om yang punya simpenan mahasiswi. Udah gue bayarin itu itu,
dan begitu gue tembak, dia bilang gini.
“Aduhh,
padahal kamu udah aku anggep temen aku yang paling baik loh. Banyak loh yang
pengin jadi temen baik aku, tapi cuma kamu loh yang aku anggep temen baik. Kamu
nggak bangga? Oh, iya, besok aku udah bayaran SPP lagi loh, Don. Kamu ngerti,
kan?”
Gue
kaget setengah mati.
Nggak
butuh muka ancur, serem, dan horror buat ngaget-ngagetin.
=====
Walau
gue selalu punya alesan buat nolak nonton film serem, pada akhirnya gue luluh
juga. Di fase pacaran, gue nyaris nggak bisa nolak ajakan pacar yang pengin
nonton film hantu. Kali itu, dia ngajak nonton Deliver Us From Evil, dan begitu gue liat poster filmnya di
bioskop, gue langsung ngegeletak
pura-pura mati. Pokoknya segala alasan gue keluarkan supaya nggak nonton itu
film, sampai akhirnya dia bilang gini,
“Sayanggg,
nonton film ini aja yaa, kita duduk di paling pojok deeehh, pokoknya di pojok
paling belakang. Yah, yah, kita nonton ini aja yaa..”
Gue
yang religius, langsung menjawab, “Oh ini, aku udah beli tiketnya, paling
belakang. Sip, berangkat.”
Di
tengah-tengah film, ada adegan pengusiran hantu atau exorcism yang di mana pasturnya komat-kamit ke orang yang kesurupan
pake bahasa latin dan doa-doa kristiani. Kalung salib diacungkan, dan orang
yang kesurupan itu meronta-ronta di kursi tempat dia diiket. Pokoknya suasana
mencekam, kaca jendela pecah semua, teriak-teriakan khas hantu menggema di seisi
ruangan. Kacau balau. Gue sempet bingung, ini mau ngusir hantu apa mau rapat di DPR.
Setelah
selesai nonton film itu, gue jadi mikir, apa jadinya kalau pastur yang baca
doa-doa krisitiani selalu diiringi lagu The Doors itu, disuruh jadi ahli
supranatural di Indonesia? Apakah dia bakal ngusir hantu di lokasi uji nyali
pake bahasa latin dan doa Kristen?
Semakin
gue mikirin itu, semakin membawa gue ke sebuah kejadian di SMA, yang sampai
hari ini pun masih nggak gue ngerti harus dengan teori apa untuk menjelaskannya, dan harus mencari di mana jawabannya.
=====
Hari
itu hari jumat, dan siang itu tidak ada yang berbeda dari jumat-jumat sebelumnya.
Semua nampak tenang, anak-anak cowok yang muslim setelah sholat jumat kembali
memakai sepatu. Anak-anak yang Kristen masih bersenda gurau sambil main gitar
di aula yang digunakan untuk kebaktian jumat. Yang cabut sholat jumat dan
kebaktian jumat, masih pada nongkrong di pojokan kantin. Mereka lolos razia
cabut sholat jumat dari guru BK. Rokok-rokoan sambil ngebahas sepak terjang
sekolah gue di belantika tawuran ibukota. Pokoknya nggak ada yang spesial di
sekoah gue siang itu, semua nampak biasa-biasa saja. Gue yang terkenal sebagai
anak religius pun, tidak menyia-nyiakan kesempatan itu.
Setelah
melihat jam di pergelangan kiri, gue mulai beranjak dari tempat tongkrongan
untuk melihat kondisi di luar kantin. “Udah sepi tuh, cabut nggak ni? Udah
nggak ada guru BK tuh,” Kata gue ke temen-temen. Kami pun berdelapan keluar
dari lorong kantin dan berusaha membaur di kerumunan anak-anak lain supaya
terlihat ikut sholat jumat. Belum sampai di parkiran motor, tiba-tiba terdengar
suara cowok teriak di depan mesjid. Suara teriakya kayak orang naik motor di
lampu merah, terus kakinya kelindes mobil di sebelahnya.
“Suara
apaan tuh, denger nggak lo? Kok percis kayak suara lo pas kaki lo dilindes
mobil di lampu merah dah?” Kata Rahmad ke gue. “Iye, mencret-mencret gitu suaranya,
kayak lu Don.” Khoirur menimpali.
Aib
gue dibuka sama temen-temen di parkiran motor cobak.
Begitu
kita madep ke belakang, ke arah mesjid, orang-orang udah pada berisik, kayak MC
Ramayana nyuruh kita liat-liat baju. Di depan mesjid udah pada berkumpul banyak
orang, kayak mau sholat jumat kloter ke dua gitu. Pokoknya rame. Langsunglah
kita-kita melesat ke TKP. Dan dugaan gue bener, ada orang yang kakinya kelindes
mobil pas lagi berenti di lampu merah. Ah, bukan. Salah satu temen gue, anak
sos, yang kebetulan suka main ketipung di acara mesjid, tiba-tiba kesurupan.
Suasana
mencekam.
Namanya
Roni, tapi maunya dipanggil Casillas, gara-gara kalau main futsal maunya jadi
kiper dan nggak mau diganti, beneran kesurupan. Matanya tiba-tiba jadi putih
semua, alisnya jadi fake, eye
shadow-nya jadi winged, bibirnya juga
udah merah karena pake lipstick NYX Matte. Kita-kita pada bingung, ini si Roni
mau kesurupan atau mau jalan sama cowok ke PIM. Pokoknya kita-kita cuma bisa
bingung nontonin si Roni. Anak-anak yang lain pun langsung megangin Roni yang
meronta-ronta. Suasana makin mencekam karena Roni semakin mengamuk. Ada yang
kena gebuk, ada yang kena tendang, ada juga yang udah bayarin ini itu ke cewek,
tapi tetep aja nggak jadian.
Suasana
semakin mencekam ketika Roni teriak-teriak pakai bahasa yang nggak kita
mengerti. Aturan mah kalau mau kesurupan di tengah mesjid, teriaknya pakai
bahasa arab, tapi ini mah nggak. Udah kesurupan, terus kitanya nggak ngerti
lagi. Saat itu, kita-kita semua berada di posisi yang sulit. Antara mau
nolongin Roni dulu, atau mengerti maksud si Roni dulu. Pokoknya bimbang banget.
Akhirnya setelah beberapa menit, kita-kita sadar, setan yang menclok di tubuh
Roni ini berinteraksi dengan bahasa latin.
Gue
dan temen-temen yang lain langsung ngibrit ke ruang guru, manggil guru
pendidikan agama islam, Pak Syahrial. Beliau yang juga merangkap ustad di
kampungnya, langsung membawa seperangkat alat yang kalau gue tebak, bukanlah
seperangkat alat sholat. Dan tebakan gue benar. Beliau membawa tasbih, alquran,
dan sebotol berisi air. Kita berdelapan berlari membuntuti Pak Syahrial yang
udah ngacir duluan ke mesjid.
Setibanya
di mesjid, anak-anak masih rame di pelataran mesjid, masih megangin si Roni
yang menggelepar dan meronta-ronta pake bahasa latin. Tanpa gue sadari, Pak
Syahrial udah ada di tengah kerumunan anak-anak yang lagi megangin si Roni. Di
tangan kanan Pak Syahrial sudah ada Quran, di tangan kirinya udah ada tasbih,
dengan kuda-kuda layaknya pencak silat, Pak Syahrial membacakan ayat qursi
dengan suara yang keras. Setelah selesai, Pak Syarial langsung menenggak isi
dari botol yang dibawanya. Gue sih nggak heran, membaca ayat qursi dengan keras
dan cepat pastilah bikin haus, tapi ternyata nggak. Air yang ditenggak itu
nggak diminum, tapi disemprot ke muka Roni yang lagi teriak-teriak.
Roni
tiba-tiba diam, dan melihat ke arah Pak Syahrial.
Suasana
tiba-tiba jadi hening.
Anak-anak
yang megangin Roni mulai menampakkan muka terkesan dengan apa yang telah
dilakukan Pak Syahrial. Gue pun bergumam dalam hati, “Wah, sakti bener ni Pak
Syahrial, kalau ngusir setan aja bisa, pasti bisa nih ngusir bayang-bayang
mantan di kepala gue.”
Belum
selesai dengan bergumam, tiba-tiba gue kaget lagi. Anak-anak yang tadinya mulai
melepas pegangannya ke Roni, tiba-tiba kena pukulan dari aksi kesurupan si
Roni. Itu setan menclok lagi ke Roni. Suasana jadi ricuh lagi. Pak Syahrial pun
langsung ngebaca ayat qursi lagi terus nyembur air kumur-kumurnya ke muka Roni
lagi. Adegan ini berulang hingga 3 kali. Namun mata Roni masih putih semua dan
mulutnya makin berbusa. Roni nggak sadar-sadar dari kesurupan. Orang-orang di
mesjid makin panik. Gue yang panik cuma bisa foto-foto kejadian di mesjid pake
Nokia N-gage. Tapi saat itu gue sadar, Nokia N-gage nggak punya kamera. Sial.
Di
tengah kericuhan tersebut, tiba-tiba terdengar teriakan keras dari kerumunan.
Teriakannya sumbang dan sama-sama pakai bahasa latin. Orang yang teriak itu
adalah kakak kelas gue. Orang Batak. Gue sering ngeliat dia mimpin kebaktian Kristen
waktu gue cabut ke kantin sama temen yang lain waktu sholat jumat. Ya, ketika
gue melintas ke ruangan ibadah orang Kristen, dia selalu memegang gitar dan
memimpin orang-orang di ruangan itu untuk bernyanyi. Sebut saja dia, Dominggus.
Dominggus
berteriak-teriak menggunakan bahasa latin ke arah Roni yang basah kuyub karena kena
sembur air bekas kumur-kumuran. Dominggus berteriak ke anak-anak yang megangin
Roni untuk memegang lebih keras. Sambil menunjuk-nunjuk dan memegang kepala
Roni, Dominggus memulai ritual yang mirip-mirip adegan di Deliver us from Evil. Suasana makin mencekam dan serem, apalagi
orang seisi mesjid nggak tau apa yang sedang Dominggus lakukan. Semua panik dan
heran.
Di
tangan kiri, dipegangnya sebuah buku mirip Alkitab. Saat itu gue nggak tau
pasti kitab apa yang dipegangnya, entah Alkitab, kidung pujian, atau mazmur. Gue
nggak ngerti. Bukunya tebel. Kitab itu dia pegang dan diletakkan di atas kepala
Roni. Di tangan kanannya, dia pegang semacam tasbih – yang bagi umat kristiani
disebut Rosario. Di ujung Rosarionya
terdapat salib yang cukup besar. Salib tersebut dia tempelin ke jidat lapang si
Roni.
Dan..
di saat itulah Roni makin berteriak, dia menggeliat dan makin meronta lebih
keras dari biasanya. Semakin keras teriakan Roni, semakin keras mantra yang
diucap Dominggus. Saat itu seperti terjadi pembicaraan antar dua orang
menggunakan bahasa latin. Keduanya saling bersahutan. Namun, keduanya menderita
budek, ngomong deket aja kayak ngajak tawur, tidak mencerminkan perilaku siswa
yang budiman.
Setelah
sekitar sepuluh menit kemudian, rapalan mantra Dominggus makin cepat, salib
yang dia tempelin ke jidat Roni makin keras hingga membuat Roni jatuh
tersungkur. Kalau kata temen gue yang Kristen, mantra yang dibaca Dominggus
adalah doa Angelus dan Magnus excorsimus dengan bahasa latin.
Entahlah, setelah tersungkur keras, Roni berhenti meronta dan mendadak pingsan.
Roni
berhasil lepas dari kesurupannya.
Walau
suasana sudah tidak mencekam, tersirat dari wajah banyak orang di mesjid bahwa
mereka heran dan bingung. Semua mata tertuju ke arah Dominggus. Dia baca doa
atau mantra yang nggak dikenal di tengah mesjid. Roni yang terkulai lemas langsung
dibopong ke UKS. Siang itu, pastilah menjadi siang yang penuh tanda tanya bagi
semua orang yang berada dan berkerumun melihat aksi kesurupan yang tidak biasa
di lingkungan mereka.
Ketika
mantra, ayat, atau doa kristiani dipakai buat ngerukiah orang islam yang kesurupan
di tengah mesjid?
Pastilah
sangat membingungkan.
Sesaat
ketika gue dan teman yang lain mulai keluar dari kerumunan, terdengar suara
celetukan,
“Dasar,
setan murtad.”
======
Setelah
banyak menonton film exorcism luar
negeri dan reality show dalam negeri seperti
dunia lain, timbulah beberapa pertanyaan besar di kepala gue. Apakah doa agama
islam bisa dipakai buat ngusir semua setan-setan di negara barat? Apakah doa Kristen
atau doa dari agama lain bisa dipakai eksorsis setan-setan di Indonesia yang mayoritas
bernuansa agama islam? Apa jadinya kalau acara Dunia Lain pakai paranormal dari luar negeri? Apakah yang akan
terjadi kalau Ki Prana yang mirip Aura Kasih namun salah pergaulan itu, disuruh
jadi ghostbuster di luar negeri?
Namun,
sampai sekarang, kalimat-kalimat di atas tetap menjadi sebatas tanda tanya.
Berkali-kali
gue tanya hal di atas ke banyak orang, namun bukan jawaban yang didapat, namun
ceramah. Katanya, gue disuruh lebih mendekatkan diri kepada Allah, maka kelak
gue akan mendapat jawabannya. Sebuah logical
fallacy yang kronis, dengan tidak menjawab pertanyaan, melainkan
mengalihkan topik pertanyaan ke isu yang lain.
Kayaknya
memang hampir mustahil mendapat jawaban dari hal di atas.
Karena
gue keburu dicap kafir, sekuler, atheis, dan masih banyak lagi sama orang-orang
tersebut.
Lol.
Tags:
The Playboy Stories
0 Komentar