Tentang Setia
Sore itu, di warung nasi padang, Nana terus menatap
gue sambil menembem-nembemkan pipinya. Katanya, Nana menginginkan sosok cowok
yang setia bersamanya. Nana ingin berhenti berlayar di laut lepas, ia ingin
menyandarkan perahunya di dada dermaga yang sehangat napas, di dada dermaga
yang hanya boleh menerima sandaran perahunya seorang.
Nana mengacungkan kelingkingnya, meminta kelingking
gue untuk dikaitkan kepada kelingkingnya.
“Untuk
apa?” Tanya gue padanya. “Ah, gamau, kelingking kamu bau rendang.” Bales gue
lagi.
“Ini..”
Lanjut Nana sambil menawarkan kelingkingnya kembali.
Gue
balas dengan mengacungkan telunjuk, “Yes, aku menang.”
“YANG
NGAJAK MAIN SUIT SIAPAAAA??!!” Nana mulai kesal.
“Hah,
terus gimana?” Gue mengeryitkan dahi.
“Kelingkingmu
mana, aku mau kamu janji supaya kita saling setia.”
Gue panik, gimana ini.. kelingking gue yang mana
cobak, jari gue mirip jempol semua. Duh, mampus gue. “I-ini, kelingkingku mau
diapain ya?” Tanya gue lagi sambil mengacungkan kelingking ke depannya.
“ITU
JEMPOL, SETAN.” Nana naik pitam.
Gue
makin panik. Akhirnya, gue kasih liat semua jari gue ke dia. “DUHH REPOT YA,
YAUDAH KAMU PILIH SENDIRI DEH!!”
Nana
mengaitkan kelingkingnya ke kelingking gue. “Janji ya, kita akan saling setia.”
Kata Nana, pelan.
Setia?
Gue
hanya bisa tersenyum kemudian tertegun menatapnya matanya.
Di laut kita berjaya, di darat kita buaya. Ah, tak mengapa jika tujuan akhirnya adalah setia. |
======
Sebenarnya gue sering bermasalah dengan kalimat
sederhana namun penuh makna yang satu ini. Menurut gue, kata “setia” belakangan
ini sudah menjadi komoditi yang murah di dalam suatu hubungan.
Balik ke waktu SMA kelas X, gue pernah punya pacar,
nembaknya juga sederhana. Saat itu tengah berlangsung ulangan matematika, gue
duduk di belakangnya. Seperti biasa, gue yang punya keterbelakangan mental soal
matematika, tentu saja gue kesulitan dalam menjawab. Setelah berpikir keras 10
menit, walaupun yang gue pikirin nyatanya adalah cara menanam jagung, akhirnya
gue menemukan jalan keluar. Sebuah solusi yang tepat untuk menemukan jawaban
dari soal-soal di depan mata.
Ya,
jawaban itu adalah putus asa.
Ya,
gue menyerah.
Tapi
takdir berkata lain, seseorang yang ada di depan gue, seorang cewek berambut
panjang yang digerai, tiba-tiba nengok ke belakang sambil bertanya, “Ada yang
nggak bisa, Don?”, Gue bengong sebentar. Itu sama aja kayak tiba-tiba ditanya
sama Raisa, “Kamu mau aku ciyum di bagian mana, Don?”
Gue
langsung berdiri sambil gebrak meja dan berteriak, “SEMUANYA!! GUE NGGAK BISA
SEMUANYA!!! KASIH TAU GUE NOMOR 1 – 10 CEPETAN BURUUUU!!”. Namun nggak gue
lakukan.
Sambil
clingak-clinguk mengawasi guru agar nggak ngeliat ke arah sini, gue pun
mencolek punggungnya, “Nomor 5 cara ngerjainnya gimana?” Bisik gue pelan.
Dua
menit kemudian, dengan cepat dia membalikkan badan dan memberikan gue secarik
kertas yang diuwel-uwel. Begitu gue buka, kertas itu berisi jawaban nomor 5 dan
cara ngerjainnya. Gue terharu.
Sebagai
tanda terimakasih, gue pun ngelempar kertas yang udah diuwel-uwel ke arahnya.
Dia pun dengan sigap mengambil uwelan kertas itu dan membukanya. “Kamu baik banget sih, tapi daripada cuma
jadi orang baik, mending kamu jadi pacarku sekalian.” Tulisan di kertas itu
berhasil membuat Melissa madep ke belakang dan mesem-mesem ke arah gue.
Beberapa
detik kemudian dia ngelempar uwelan kertas lagi. Gue dengan cepat membukanya, “Iyaa, tapi kamu harus janji setia sama aku
ya.” Tulisan di kertas tersebut. Tanpa basa-basi, gue pun langsung
ngelempar kertas uwelan untuk membalasnya,
“Okee siaaaap, eh btw,
nomer 6-10 jawabannya apa?” Tulisan di kertas
tersebut.
======
Semenjak
itu, gue dengan Melissa sepakat jadian. Sungguh jadian yang tidak terduga. Dari
sana gue belajar, sebenarnya nembak cewek modal nekat aja, yang penting udah
ngomong. Yah.. walaupun endingnya lebih
banyak nistanya ketimbang manisnya. Dan setelah itu, setiap hari kami pulang
dari sekolah bareng, naik angkot bareng, naik metromini bareng, tawuran pun
juga bareng. Dia maju bawa gir, gue kabur naik bajaj. Laki banget.
Pokoknya
kami saling setia sampai pihak ketiga memisahkan..
..Dua
setengah bulan kemudian, gue dengan Melissa bubar jalan.
Dia
jadian lagi sama anak IPS. Anak basket, yang kebetulan juga adalah anak OSIS,
dan pinter, dan multitalen. Pokoknya bertolak belakang dengan gue. Satu-satunya
kemampuan gue yang paling mentereng adalah kemampuan dalam menghilangkan
flashdisk.
Pedih..
Padahal
dia adalah pihak yang paling sering menuntut dan menghumbar kata setia, namun
dia jugalah yang duluan pergi meninggalkan kecewa. Mungkin benar, mulut yang hebat menjanjikan segala, nyatanya
lebih mudah menghadirkan tiada. Begitulah kalimat dari seorang penyair
chauvinistik di timeline.
Memasuki
dunia perkuliahan, gue juga banyak menemukan pasangan yang mengucap kata setia dengan
entengnya seperti mengucap “Hai, bantu follow
akun motivazy yuk, twitnya ngena di hati loh”di timeline. Setia yang mereka
lihat, tidaklah sama seperti setia yang gue lihat. Ada yang baru jadian sebulan
dua bulan, langsung bersumpah serapah untuk setia satu sama lain. Sebenernya
nggak salah sih, tapi itu persis kayak baru sebulan kuliah, dan langsung
berteriak, “LIAT NIH GUE BAKAL LULUS TIGA SETENGAH TAUN!!”. Sebuah optimistis
yang menurut gue terlalu cepat untuk diteriakkan. Padahal dunia kuliah nggak
selurus yang kita bayangkan. Ada banyak tikungan, turunan, tanjakan, dan warnet
buat main dota. Pokoknya jalan nggak akan selalu lurus. Gue jadi inget kata
Valentino Rossi, dia pernah bilang, “Pembalap
sejati tidak lahir dari track lurus.” Pun sama halnya dengan cinta.
Saat
itu gue belajar, bahwa setia bukanlah barang yang murah, bukanlah sebuah kata
yang mudah diucap begitu saja namun menguap di akhir cerita.
Ada
begitu banyak definsi dari setia, dan ada begitu banyak pandangan tentang
setia. Setiap dari kita bebas menentukan apa pengertian dari setia. Namun,
semua sepakat, setia dalam arti sederhana adalah tidak pindah ke lain hati.
Kalau menurut pandangan gue, setia adalah jatuh cinta berkali-kali pada orang yang
sama. Dan tentu masih banyak yang punya pandangan lain.
Namun,
seiring bertambahnya umur dan kedewasaan, setia dalam sudut pandang gue semakin
meluas. Seorang pebisnis dikatakan demikian karena ia memiliki bisnis, dan
menghasilkan uang dari bisnis tersebut. Seorang dokter dikatakan demikian
karena ia lulus dari fakultas kedokteran dan expert tentang tubuh manusia. Dua profesi tersebut
memakan banyak waktu dan proses. Gelar pebisnis dan dokter adalah konsekuensi
yang didapat setelah mereka melewati banyak tahapan. Seorang dokter belum
disebut dokter ketika ia ternyata masih kuliah kedokteran semester satu. Intinya,
profesi mereka adalah sebuah hasil dari perjalanan panjang.
Aan
Mansyur pernah menulis, “Setia adalah pekerjaan yang baik.” Jika setia adalah
sebuah pekerjaan, apakah seseorang layak diberi gelar setia ketika baru menjalin
umur pacaran yang baru kemarin sore? Adakah parameter yang pasti untuk menilai
seseorang tidak akan pindah ke lain hati? Adakah cara yag pasti untuk mengetahui
seseorang hanya jatuh cinta berkali-kali pada orang yang sama?
Gue
rasa nggak ada yang pasti.
Karena tidak ada yang tahu bagaimana mencapai hasil akhir tanpa memulai.
======
“Kok
diem aja? Kamu nggak mau setia sama aku ya?” Nana tiba-tiba memecah lamunan
gue.
“Eh,
apa?” Gue baru kembali dari lamunan. Nana melepas kelingkingnya yang masih
terkait di kelingking gue.
“Nggak
gitu, Na.”Jawab gue kalem.
“Jadi,
kamu beneran nggak mau terus sama aku?” Nana mulai mengernyitkan dahinya.
“Setia
itu bukan kalimat yang dengan mudah kita ucap sekarang, Na.”
“Kenapa,
tinggal bilang pengin setia emang apa susahnya sih?” Nana kembali melanjutkan.
“Setia
itu adanya di akhir, setia itu adalah cara untuk menyebut perjalanan panjang
kita dengan satu kata, Na.”
“Ah,
dasar cowok, kebanyakan gombalnya! Hih.” Nana bangkit dari kursi dan ngeloyor
gitu aja.
“Na,
tunggu, Na! Ini nasi padangnya siapa yang bayar??” Gue pasrah.
Cewek
emang sulit dimengerti..
Tags:
Filosofi kacang
4 Komentar
(((Hai, bantu follow akun motivazy yuk, twitnya ngena di hati loh))) taik lah...
BalasHapusbtw, keren nih artikel. setelah jadi sarjana tujuan selanjutnya jadi penulis lah. tulisan di blog di bikin buku.
Haha makasih ya! Amin..
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusIya kKa don jadi penuliss aja
BalasHapusGokil abis ni cerita?