Mencari
peruntungan jodoh di sosial media adalah salah satu upaya mengentaskan ke-jomloan
yang sudah lama mendera di hidup ini. Begitu juga yang belakangan ini kembali
gue lakukan. Pokoknya pait deh..
Hiks..
Beberapa
bulan yang lalu gue baru saja melepas status lajang menjadi jomlo. Ketika
temen-temen sepantaran gue udah pada gendong bayi hasil perbuatan dengan
kekasih (yang tentu saja sudah diikat pernikahan), gue masih di sini, makan nasi
kikil di warteg sendirian. Yang nggak enak dari putus sama pacar itu bukan pas
putusnya, tapi kehidupan setelah nggak bersama-sama lagi.
Gue
harus kembali mengubah kebiasaan lagi..
Gue
harus mengulang dari awal lagi..
Notifikasi
di hape yang tadinya penuh oleh chat kekasih, kini diam membisu. Sekalinya bunyi,
itu notif dari provider kalau kuota internet gue mau habis. Line yang tadinya
penuh sama chatnya, sekarang penuh sama Line Dakwah. Dering hape yang ketika
gue angkat adalah suaranya, sekarang suara mbak-mbak nawarin kartu kredit sama
asuransi. Mungkin benar, hidup ini adalah perjalanan dari kehilangan satu ke
kehilangan lainnya.
Ketika
hendak memulai semuanya dari nol lagi, gue jadi teringat perjalanan dalam
pencarian jodoh. Gue jadi teringat pencarian jodoh lewat jalur konvensional, via
tatap muka yang di mana siklusnya seperti ini: Kenalan – dia merasa gue akan
merampas sesuatu di dalam tasnya – dia merasa terpojok – dia teriak – dia
manggil satpam – patah hati.
Atau
seperti ini: Kenalan – tukeran nomer hape – gue SMS – dia balesnya tahun depan –
patah hati.
Atau
yang lebih halus: Kenalan – tukeran nomer
hape – gue telfon – dia bilang mau fokus nerusin kuliah sampai S3 – patah hati.
Atau
yang lebih halus lagi: Kenalan – tukeran nomer hape – chatting seru –
telfon-telfonan – akhirnya dia tau kalau gue dan dia nggak seagama – dia ganti
nomer hape – patah hati.
Ya,
kurang lebih kayak gitu.
======
Pengalaman
pahit kenalan sama cewek via jalur konvensional ditambah waktu gue yang sudah
habis di kantor daripada mejeng di mall, membuat gue lebih mengutamakan peruntungan
jodoh via sosial media.
Namun,
belakangan ini, gue merasa perjuangan mencari peruntungan jodoh lewat sosmed
semakin sulit. Di awal taun 2009 ketika Facebook sama ramainya dengan orang
yang pake BB gemini, sangat mudah kenalan dengan cewek via chating. Entah muka
gue yang semakin ke sini makin kayak tukang duku, atau cewek-cewek cakep mulai
menyadari bahwa kenalan dengan cowok via chating itu artinya menantang maut. Sekarang, entah kenapa
semuanya jadi sulit..
Setelah
tahun 2013, ada banyak dating apps
yang bisa digunakan untuk mencari peruntungan pencarian jodoh. Karena sifatnya
bukan seperti aplikasi chating biasa – yang di mana kita baru bisa chat kalau
sama-sama yes atau like, membuat gue tertarik untuk
mencoba. Kurang lebih dua bulan ini aplikasi yang gue coba dari Tinder, Paktor,
Badoo, Happn, sampai yang sudah sangat dikenal di berbagai situs bokep IGO sebagai
pemasok foto syur cabe-cabean – BeeTalk.
Ketemunya di sosmed, putusnya juga di sosmed. |
Sebagai
awam yang mencoba peruntungan di dating
apps, gue terkesan di aplikasi
Tinder dan Paktor. Dari banyak aplikasi yang gue coba, kedua aplikasi tersebut
memberikan hasil yang paling bagus ......mending. Dari sekitar 300 cewek
cakep yang gue like atau yes selama dua bulanan, ada seratus tiga cewek yang nge-like gue balik. Sebuah kenyataan yang
cukup menyakitkan. Saat itu gue sadar, gue bukan tipe cowok yang dari segi packaging terbilang menarik. Kalau diibaratkan
henfon, mungkin gue iPhone6, tapi batangan, charger nggak ada, headphone nggak
ada, terus layarnya retak.
Seketika
itu gue flashback mantan-mantan yang
niat awalnya ingin mewarnai hidup namun malah berakhir memudarkan warna asli
gue – bahwa mereka jatuh cinta sama gue bukan dari segi ketampanan maupun
kemapanan. “Kamu tuh nggak ganteng, tapi kok aku seneng sama kamu ya?” Sebuah
kalimat dari salah seorang mantan yang membuat gue terbang dalam hitungan
detik, lalu terhempas di detik berikutnya.
Gue
kira ketika kedua belah pihak sudah saling yes
or like satu sama lain, chat bisa
jadi enak atau intens, namun nampaknya gue terlalu lugu. Kenyataan tentunya
pasti akan berbeda. Ketika udah saling like
pun, chat gue hanya dibalas jika dia ingin (terlepas dari faktor muka gue). Ternyata
ada rules dan standar tak kasatmata
yang digunakan cewek-cewek cakep di sosmed atau di dating apps ini. Kalau gue bahasakan dan dijadikan perbincangan,
maka akan jadi seperti ini:
Gue : “Kok chat-ku cuma di-read aja
sih?”
Cewek
cakep : “Tenang, bukan cuma kamu kok
yang aku giniin.”
Gue :
“Kamu jarang online watsap, ya?”
Cewek
cakep : “Setiap hari online kok, cuma lagi
nggak pengin bales aja.”
Gue :
“Kok chat-ku cuma dibalesnya sekali-sekali aja sih?”
Cewek
cakep : “Loh, ingat jatah kamu yah. Kamu
cuma berhak dapat balasan chat aku 3x dalam sehari. Itu juga tergantung mood,
sih..”
Gue :
“Kok kamu balesnya pendek-pendek gitu sih?”
Cewek
cakep : “Ada banyak cowok yang udah
bahagia aku bales pendek-pendek loh. Kok kamu ngeluh?”
Gue ; “Kok cuma aku yang selalu
memulai percakapan sih?”
Cewek
cakep : “Loh, memulai segala sesuatu
untuk cewek adalah garis hidup kalian, wahai cowok-cowok. Kami cewek-cewek
cakep hanya perlu menunggu, lalu pergi ketika kalian sudah sampai. Hehe.”
Nggak
lewat jalur konvensional nggak lewat sosmed, nasib gue rupanya sama. Sama-sama
tidak diinginkan..
=======
Mungkin,
bukan cuma gue yang pernah kena standar
atau rules yang diterapkan
cewek-cewek cakep di atas. Sebagai cowok yang kisah cintanya besar dari sosial
media, sudah banyak sekali kejadian di atas yang secara tidak langsung gue
alami. Mungkin benar, barang siapa yang lebih membutuhkan, maka dia yang harus
berusaha lebih keras daripada yang dibutuhkan. Sederhananya, cewek cakep pengin
bilang ke gue, “Lo hanya bisa sebatas berusaha, namun semuanya gue yang
menentukan.”
Di
luar semua justifikasi subjektif yang gue curahkan, pesan gue cuma satu,
“Cewek
itu butuh banget diperhatikan, sama orang yang dia pengin aja tapi.”
Mungkin,
gue bukan orang yang dia inginkan.
Dan
mungkin, gue akan tetap menjomlo hingga waktu yang tidak ditentukan..
#DudukDiAyunan
#MenatapNanarMasaDepan
Wrote by Don Juan